Bab 2
Sanny Chandra terdesak dan terpaksa menjadi pengantin. Ketika duduk di dalam mobil, dia merasa sedikit terkekang, tidak tahu harus berbuat apa di sepanjang jalan.
Karena acara pernikahan hari ini, seluruh Hotel Grand Hyatt Jakarta sudah dipesan. Semua kamar di lantai atas digunakan sebagai tempat istirahat bagi tamu malam ini setelah mabuk. Sementara lantai satu dan dua adalah lokasi jamuan.
Ini adalah sebuah acara pernikahan yang mewah dan spektakuler, tidak sedikit tokoh besar di dunia bisnis dan bintang artis kelas atas di dunia hiburan dalam negeri yang diundang. Tentu juga ada sebagian orang yang identitasnya tidak begitu mencolok.
Sanny Chandra duduk di dalam ruang istirahat, dia sangat gugup sekali.
Tepat ketika itu, pintu ruang istirahat dibuka, abang iparnya melangkahkan kaki panjangnya berjalan masuk.
Sanny Chandra bergegas bangkit berdiri, dua tangannya digenggam di depan perut, dan dia sedikit menundukkan kepala, seperti murid yang dipanggil ke ruang guru oleh wali kelas karena telah melakukan kesalahan, “Abang ipar.”
Pria itu menatapnya dari atas dan berkata, “Ganti panggilannya.”
Sanny Chandra, “… aku tidak bisa ganti. Kita diskusikan dulu, kamu tidak ingin nikahi kakak, kamu bisa cerai setelah nikah dengannya kan?”
Dia tahu, pria ini meminta agar acara pernikahan dilanjutkan, adalah karena begitu banyak orang yang diundang kemari pun tahu bahwa hari ini Jordan Wijaya akan menikah. Meski demi muka Keluarga Wijaya, acara pernikahan ini juga harus dilanjutkan.
“Jika kamu ingin bangkrut.”
Karena terkageti oleh nada pria yang dingin, Sanny Chandra memanggil dengan patuh, “Suami.”
Nada Sanny Chandra yang membawa rasa sedih, ditambah dengan suaranya yang memang lembut, panggilan suami ini sangat merdu, membuat wajah pria yang masam ini menjadi jauh lebih membaik.
Kemudian, ada orang yang datang untuk mengarahkan Sanny Chandra harus berbuat bagaimana di acara pernikahan nanti.
Sanny Chandra merasa dirinya sangat bersusah. Di acara pernikahan berikutnya, di bawah tatapan kaget dari orang-orang akan kenapa pengantinnya diganti, Sanny Chandra memasang senyuman profesional dan menjalani seluruh resepsi pernikahan. Lalu dia berganti beberapa setelan gaun pengantin, bersama Jordan Wijaya pergi bersulang dengan orang-orang.
Malam jam sepuluh setelah acara pernikahan berakhir, Sanny Chandra naik ke dalam mobil dengan mengenakan gaun pengantin.
Di kursi belakang mobil, suasana sedikit canggung.
Sanny Chandra mengapit dua kaki dengan erat, memberitahu dirinya sendiri untuk harus bertahan. Sudah begitu besar, jika pipis di celana benar-benar akan sangat malu!
Sanny Chandra menggertak gigi berusaha bertahan. Akhirnya setengah jam kemudian, tibalah di rumah ….
Melihat kastil di bawah langit malam, Sanny Chandra sudah tidak punya tenaga untuk menggerutu sebenarnya seberapa kaya abang iparnya. Begitu memasuki kastil, dua baris pelayan rumah berdiri di kedua sisi karpet merah, lalu membungkuk 90 derajat, “Tuan, Nyonya, selamat pulang ke rumah.”
Sanny Chandra terkejut, hampir saja tidak tertahan. Dia mengikuti Jordan Wijaya naik ke lantai atas, lalu jari pria itu yang ramping menunjuk ke sebuah kamar, “Kamar ini.”
Sanny Chandra mengira ini adalah kamar yang Jordan Wijaya siapkan sementara untuknya, dia bergegas berlari kecil ke sana sambil menjinjing ujung gaun, “Terima kasih, Abang ipar.”
Pria itu mengernyit, sedikit tidak puas akan panggilan Sanny Chandra. Tetapi pada akhirnya dia juga tidak berkata apa-apa.
Begitu memasuki kamar, hal pertama yang Sanny Chandra lakukan adalah melepaskan gaun pengantinnya.
Jumlah meja yang perlu disulangi malam ini sedikit banyak, maka dia terus didesak ketika berganti pakaian, sehingga tidak punya waktu untuk pergi ke toilet. Ketika acara pernikahan berakhir, Jordan Wijaya langsung membawanya pergi, dia juga tidak enak hati untuk meminta abang ipar menunggunya pergi ke toilet dulu, maka dia terus menahannya sampai sekarang.
Sanny Chandra hanya mengenakan bra tanpa tali dan celana dalam. Dia membuka pintu kamar mandi dan melangkah keluar beberapa langkah, langsung melihat di atas sofa kamar duduk….
Abang iparnya!
Jordan Wijaya!
Tatapan mereka bertemu dan berlangsung selama dua detik, tiba-tiba Sanny Chandra menyilangkan dua tangan di depan dada dan berjongkok, “Ah! Kamu kenapa bisa di sini?!”
“Ini adalah kamar nikah.” Nada Jordan Wijaya tak beriak sedikitpun, seolah-olah wanita di depannya bukan hanya memakai pakaian dalam, tetapi terbalut beberapa lapis dengan erat.
Meski saat ini Sanny Chandra menundukkan kepala dan tidak berani menatap Jordan Wijaya, dia juga dapat membayangkan bahwa ekspresi Jordan Wijaya saat ini pasti adalah tidak ada ekspresi. Sama seperti biasanya, tidak ada perbedaan sedikitpun.
Tidak heran kakak mengatakan Jordan Wijaya seperti batang kayu, masih mengatakan dia impoten. Sekarang dia sedikit percaya dengan perkataan kakak!
Tatapan Jordan Wijaya melintas dari leher Sanny Chandra yang putih cerah hingga ke dadanya, melihat ada sebuah garis tipis merah, dia mengerutkan alis. Barulah dia ingat, beberapa setelan gaun pengantin hari ini dibuat khusus berdasarkan ukuran Liviani Chandra. Benar-benar kasihan gadis ini, lingkar dada gaun pengantin itu terlalu kecil bagi Sanny Chandra.
“Baju tidur ada di dalam lemari, ganti,” kata Jordan Wijaya.
Sanny Chandra mendongak dengan sedikit canggung, tepat bertemu dengan tatapan Jordan Wijaya. Seketika Sanny Chandra merasa kesal dan marah. Pria ini bahkan terus menatapnya. Yang terpenting adalah tatapan pria ini padanya, seolah-olah dia adalah sepotong daging babi, bukanlah seorang wanita, sama sekali tidak ada daya tarik baginya!
Aduh, kesal sekali!
“Abang ipar… tolong kamu putar wajahmu….” Meski tahu dirinya tidak punya daya pikat sama sekali bagi Jordan Wijaya, Sanny Chandra juga tidak berani pergi mengganti baju tidur dengan mengenakan pakaian dalam di hadapannya.
Jordan Wijaya memalingkan wajahnya, “Postur badan begitu buruk, apanya yang bisa dilihat.”
“…?” Sanny Chandra tidak berani percaya Jordan Wijaya berkomentar tentang postur tubuhnya dengan begitu datar. Lalu Sanny Chandra menunduk melihat dadanya, dia bangkit berdiri melihat pinggang dan kakinya. Postur badannya buruk?
Dasar buta! Dasar abang ipar buta!
Dalam hati Sanny Chandra ingin sekali memukul orang saking gusarnya, tetapi dia tidak berani menunjukkannya sedikitpun. Dia berlari dan membuka pintu lemari, lalu mencari baju tidur.
Ketika melihat baju tidur renda di dalam lemari, Sanny Chandra benar-benar ingin mati. Baju tidur ini… baju tidur yang tidak ada bedanya dipakai atau tidak dipakai ini, dia tidak ingin pakai!
“Apa ada baju tidur yang lain? Semua baju tidur ini….” Sanny Chandra sedikit malu mengatakannya.
“Kamu bisa tidak pakai.” Nada pria itu tetap dingin, “Malam ini tidur dengan telanjang saja.”
Sanny Chandra terdiam selama dua detik, dia mengeluarkan kemeja dari dalam lemari dan memakainya, “Aku tidur pakai ini saja. Oh iya, Abang ipar, di sini tidak ada baju kamu, kamu yakin ini adalah kamar nikah?”
Sanny Chandra membuka pintu lemari, semuanya adalah pakaian wanita, bahkan celana dalam pria pun tidak ada.
Jordan Wijaya berkata, “Ini kamar nikah, untuk kakakmu tidur sendiri.”
Sanny Chandra sungguh terbengong kaget karena perkataan Jordan Wijaya, maksudnya adalah rencana awal Jordan Wijaya menikahi Liviani Chandra adalah agar Liviani Chandra menjadi janda hidup?
Wanita yang menikah dengan Jordan Wijaya benar-benar kasihan, Jordan Wijaya entah impoten entah homo!
Jordan Wijaya berkata, “Sini.”
Sanny Chandra berjalan ke sana dan duduk di seberangnya. Jordan Wijaya menyodorkan setumpuk kertas ke depan Sanny Chandra, Sanny Chandra mengambilnya dengan heran. Setelah membaca isinya secara garis besar, Sanny Chandra sungguh ingin muntah darah.
Ini adalah sebuah kontrak perjanjian, pihak A dan B adalah Jordan Wijaya dan Liviani Chandra. Sangat jelas, ini awalnya untuk ditandatangani oleh Liviani Chandra.
Kontrak perjanjian menyatakan, di dalam masa nikah, Liviani Chandra harus bekerja sama dengan Jordan Wijaya untuk berakting di depan orang luar, agar orang luar mempercayai mereka adalah suami-istri yang mesra. Tetapi di dalam rumah, tidak boleh ada kontak fisik yang tidak diperlukan, paling baik menjadi orang asing. Serta di dalam masa nikah, Liviani Chandra tidak boleh sembarangan berhubungan dengan pria di luar.
Kemudian, ada sebaris kalimat kecil, jika ada kebutuhan biologis, harus diselesaikan sendiri.
