Bab 13


Paramitha tak banyak bicara, ia hanya sibuk dengan anak-anak yang saat ini senang karena ia mengajar dan bertemu dengan mereka. Semua anak jalanan yang putus sekolah itu sudah jatuh hati pada sosok Paramitha. Anak-anak protes karena Paramitha hanya datang pada sore hari saja.

Melihat anak-anak begitu mengaggumi Paramitha membuat Tristan tak mempercayainya, bagaimana bisa perempuan itu disukai oleh anak-anak yang sering membantah dan urakan itu?

"Alhamdulillah, anak-anak sekarang lebih bersemangat untuk belajar. Setelah Mitha datang, anak-anak jatuh cjnta dan tidak sabar Mitha datang. Bahkan mereka protes karena Mitha hanya bisa mengajar di sore hari," ucap Firman.

"Mitha itu sudah lama gabung dengan komunitas Pasti Bisa, Kang?" tanya Tristan.

"Baru gabung dan kemarin gabung karena Mitha libur ngajar di sekolah tempat dia ngajar. Baru saja mengajar... Eh, kemarin langsung ngasih tahu kalau pihak sekolahnya nyuruh dia langsung masuk untuk ngajar," jawab Firman.

"Memangnya kenapa dia kemarin enggak ngajar?" tanya Tristan terkejut.

"Kata Asih sih, katanya ada pihak yang enggak senang sama Mitha. Ada yang iri. Wajar banyak yang iri, Mitha itu selain cantik, pintar dan baik, hatinya sangat lembut. Anak-anak selalu memanggilnya dengan sebutan–kakak peri," jawab Firman.

"Wah, dia banyak yang naksir dong, Kang," timpal Karina.

"Banyak. Tapi saat saya mau ngenalin sama lelaki yang suka sama dia, dia selalu menolak. Mungkin dia sudah punya calon suami di Jakarta," kata Firman.

"Ya, siapapun pasti bisa jatuh cinta padanya, apalagi kalau setiap hari sering bertemu dengannya," tukas Karina dengan sengaja.

Tristan hanya menghela napas, ia tahu kalau Karina sedang menyindir dirinya.


Paramitha baru saja membereskan kursi dan meja dan hendak ke luar, namun sosok Karina muncul di depan pintu dan tersenyum padanya.

"Bu Mitha, saya mau ngobrol sebentar," pinta Karina.

Paramitha mengangguk, ia enggan sebenarnya tapi jika menolak permintaan Karina malah akan membuat citra komunitas pasti hebat terkena imbasnya karena ia tidak bisa bersikap profesional.

"Duduk, Bu! pinta Paramitha. "Ada perlu apa, Bu? Kalau misalnya Bu Karina mau membahas tentang komunitas Pasti Bisa, saya tidak terlalu tahu karena saya anggota baru," tambahnya.

"Enggak kok. Aku enggak mau bahas tentang masalah komunitas," balas Karina. "Panggil saja Karina ya, aku juga boleh memanggil kamu dengan Mitha saja?"

Paramitha mengangguk dan mengulas senyum.

"Aku hanya ingin bicara mengenai Tristan," ucap Karina.

Paramitha langsung terkejut karena Karina langsung menyebut nama Tristan. "Memangnya kenapa dengan pak Tristan?" tanyanya, Paramitha mencoba untuk tetap tenang.

Karina tersenyum tipis. "Maafkan aku, Mitha. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hatimu. Aku tahu kalau kamu adalah istri sah dari Tristan. Aku bukan perempuan penggoda yang sengaja mau jadi selingkuhan dari suami orang. Hanya saja saat aku ingin melepaskan dan merelakannya, aku... " Air mata Karina mengalir dengan deras. "Ternyata aku belum bisa melepaskannya dan aku tak juga merelakannya karena Tristan mengatakan kalau kamu juga tak kuasa menolak perjodohan dan diantara kalian tidak ada cinta. Aku tahu kamu berat untuk menolak permintaan dari Ibunya Tristan karena balas budi."

Paramitha tersenyum, ia pun tak bisa menyalahkan Karina karena memang perempuan itu lah yang lebih dulu ada di hati Tristan dan kisah mereka selalu bersemi. Mungkin harusnya ia yang pantas disebut sebagai perempuan kedua karena ia datang dalam hidup keduanya dan merusak kebahagiaan mereka. "Kak, aku minta maaf karena hadirnya diriku di tengah kalian merusak mimpi kalian. Jujur aku tidak tahu kalau mas Tristan ternyata sudah memiliki calon istri, jika dari awal aku tahu mungkin aku akan menolak permintaan ibu. Maafkan aku karena mengambil Kebahagiaan kalian. Maafkan aku," lirihnya.

Karina menggelengkan kepalanya dan ia menggenggam tangan Paramitha erat. "Aku tahu kalau kamu ada di posisi tersulit dan sulit untuk menolak perjodohan ini. Kamu perempuan baik, apalagi setelah aku tahu kalau perempuan yang jadi istri Tristan adalah kamu dan kemarin bertemu denganmu untuk pertama kalinya, hatiku merasa tidak takut dan cemburu sama sekali. Kamu bukan perempuan kedua dan tidak pernah mengambil Kebahagiaanku sama sekali. Mungkin memang harus jalannya begini, aku yakin ada hikmah dari semua yang aku alami. Mitha, aku hanya ingin kamu memahami posisiku, aku bukannya lancang mencintai suami perempuan lain, hanya saja aku belum mampu jauh darinya. Kamu mau memaafkanku?"

"Kenapa Kak Karin yang harus minta maaf? Kak Karin tak melakukan kesalahan, aku yang telah merusak mimpi kalian berdua. Kalau memang kalian ingin cepat menikah, aku bersedia berpisah dengan mas Tristan, aku tidak akan pernah menolak jika mas Tristan menjatuhkan talak padaku."

"Jangan! Aku tidak mau merussak sebuah pernikahan. Kamu dan Tristan jangan bercerai! Mungkin kalian memang Tuhan takdirkan sebagai sepasang suami istri, aku tidak mau menentang takdir yang telah Tuhan tuliskan untuk kalian berdua," ujar Karina.

"Kak, buat apa jika pernikahan kami dilanjutkan jika salah satunya berkhianat. Pernikahan adalah janji suci yang sakral dan sebagai manusia yang memiliki iman dan adab tak sepatutnya mempermainkan pernikahan. Aku takkan pernah dendam jika pada akhirnya pernikahan ini harus berakhir. Kenapa harus menunda perceraian, jika memang pada akhirnya sudah tahu akan berpisah. Menurutku jangan membuang waktu untuk memintal luka. Nanti yang terluka bukan hanya kita, Kak. Ada orang lain yang terlibat dan terluka juga," ucap Paramitha.

"Kalau misalnya aku memintamu untuk tetap bertahan dan menjadi istri sah dari Tristan, apa kamu mau?" tanya Karina.

"Kak Karin mau melepaskan mas Tristan?" Paramitha bertanya balik.

Karina menggelengkan kepalanya. "Jika aku mampu, mungkin dari dulu aku melepaskan Tristan. Aku hanya ingin diantara kita tak terluka. Kalau kamu mau dan mengizinkan, kita bisa memiliki Tristan bersama-sama."

"Maksudnya Kak Karin?" Paramitha masih belum paham.

"Kamu izinkan Tristan untuk menikah lagi dan istri keduanya itu adalah aku. Bagaimana?"

Paramitha langsung menggelengkan kepalanya. "Aku tidak akan pernah mau berbagi suami, Kak. Daripada harus mendua, lebih baik aku melepaskan. Aku tak mampu melihat suamiku mencintai perempuan lain. Aku takut tidak ikhlas menjalani pernikahan yang di mana ada dua cinta di dalamnya. Maaf, Kak. Kalau mau aku bisa ajukan gugatan cerai di pengadilan. Masalah ibu, aku akan menjelaskannya dan aku tidak akan pernah menjelek-jelekan mas Tristan pada ibu dan aku akan pastikan kalau ibu tidak akan sakit hati dan pada akhirnya menyetujui mas Tristan menikah denganmu, Kak."

"Tidak! Aku tidak mau merusak pernikahan siapapun! Apapun alasannya, aku tidak akan pernah mau membuat pernikahan itu hancur," tukas Karina. "Aku janji tidak akan mengambil semua waktu Tristan untukku saja, aku janji kalau Tristan akan adil pada kita. Kamu mau kan mengizinkan Tristan menikah denganku?"

"Aku tidak akan pernah melarang mas Tristan untuk menikahi perempuan yang dia cintai asal aku dan dia sudah berpisah," balas Paramitha. "Aku akan melayangkan gugatan cerai untuknya, Kak. Jadi jika nanti kami resmi berpisah, berbahagia lah dengannya," tambahnya tersenyum.

Karina langsung berlutut di hadapan Paramitha sambil memohon. "Jangan berpisah dengannya, aku mohon!" Suara Karina bergetar dan air mata jatuh di kedua pipinya.


Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya