Bab 5
"Aku mendapat laporan dari para pembantu, bahwa sudah dua hari ini kau tidak mau makan, makanan yang disiapkan di meja makan tak pernah satu kali pun disentuh olehmu, apakah kau menyesal menjadi istriku?"
Darren baru saja pulang dari dinas luar kota dan langsung masuk ke kamar di mana Melissa berada.
Wajahnya terlihat masih kelelahan karena perjalanan jauh yang dia tempuh tapi pria itu lebih memilih menanyakan keadaan Melissa.
Gadis yang sedang duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya tersebut segera bangkit dan mendatangi Darren yang terlihat marah-marah.
"Bukan seperti itu, Ren."
Melissa mengambil alij koper di tangan Darren dan melepaskan jas pria tersebut sebelum membantu dirinya melepaskan dasi di leher.
"Aku makan dengan baik. Sungguh."
Melissa menjawab takut-takut memandang ke pria yang tampak kelelahan tersebut, entah kenapa merasa bersalah karena telah menambah masalah untuknya.
Sudah seminggu Melissa masuk ke dalam dunia novel menjadi Alice, tiga hari pertama dia hanya bisa berbaring di atas tempat tidur karena nafsu Darren yang begitu besar, dia terus melakukan hubungan suami istri kapan pun dia ingin.
Setelah mereka menikah, Darren belum sempat membawa Melissa untuk bulan madu karena kesibukannya di tempat kerja.
Namun, tiap kali dia pulang kerja, tak ada yang dilakukan pria tersebut kecuali mengajak Melissa untuk melakukan hal 'itu'.
Entahlah, apakah tujuan pria ini melakukan semua itu karena tergesa-gesa ingin Melissa segera mengandung sehingga bisa mengusir gadis tersebut dari kehidupannya, atau ada motif yang lain, Melissa tak tahu.
"Jangan bohong," sergah Darren dengan tatapan tajam menusuk.
"Memangnya kamu makan apa kalau semua makanan di meja yang disiapkan pembantuku tak kau sentuh sama sekali? Apa kau mau bilang kalau selama dua hari ini kau makan angin?"
Sindiran dari Darren tersebut membuat Melissa menggeleng segera.
Dia tidak menyentuh makanan di meja bukan karena tak mau makan, tapi gadis itu terlalu malu untuk sekadar keluar kamar karena bekas-bekas permainan ranjang Darren yang membekas di tubuhnya.
Selain itu, Melissa terlalu malu untuk berhadapan dengan para pembantu di rumah ini yang pastinya mendengar jeritan gadis itu tiap kali Darren menyiksa tubuhnya dengan percintaan yang kejam.
"Lihat, di almari es kamar kamu sudah lebih dari cukup makanan yang bisa masuk ke dalam perutku, aku sudah terlalu kenyang hanya dengan makanan-makanan itu," jelas Melissa dengan lemah lembut.
Meski dia tidak mencintai pria tersebut, tapi Melissa masih ingat untuk bersikap seperti Alice yang selalu lemah lembut kepada suaminya.
Bagaimana pun juga pria ini telah ikut andil dalam kesembuhan ibunya.
Dua hari lalu Melissa diberi kabar bahwa ibu Alice tersebut sudah menjalani operasi dan melewati masa kritis, itu semua berkat pria ini.
Darren melirik sekilas ke almari es besar yang ada di kamarnya, merenung beberapa detik.
Tiba-tiba senyum lebar terkembang di wajah tampannya.
Pria itu serta merta mendekat ke arah Melissa dan menggendong tubuh gadis tersebut, membawanya ke atas tempat tidur.
"Karena kamu bilang sudah cukup makan, bagaimana kalau sekarang gantian aku saja yang memakanmu, Istriku?"
Darren yang kini berada di atas tubuh Melissa, berbisik dengan seringai lebar di bibirnya.
"T-tidak!"
Melissa segera menjerit dengan wajah ngeri saat membayangkan bahwa malam ini akan berakhir dengan pingsan karena harus melayani Darren semalaman.
"Kenapa? Ini hukuman karena kau tidak mau makan di meja yang sudah disiapkan. Kau pikir aku percaya dengan ucapanmu yang mengatakan sudah kenyang hanya dengan makan yang ada di sana?"
Sudut mata Darren melirik almari es dengan tatapan sinis.
"Kalau kau tidak mau makan di meja itu, sekarang aku saja yang memakanmu."
"Tidak! Tolong ... tolong jangan lakukan itu."
Melissa segera menyingkirkan tubuh Darren dari atas tubuhnya dan segera berlari turun dari ranjang.
"Aku akan makan, makan apa saja, jadi mana makanannya?"
Dari jarak beberapa meter, Melissa berteriak dengan panik, menolehkan pandangan ke segala arah.
Darren tersenyum miring dan turun dari ranjang, berjalan ke arah Melissa dengan langkah santai.
"Tapi dengan satu syarat."
"Tolong jangan bilang bahwa aku harus melayanimu di atas ranjang lagi, Ren. Bagaimana pun isi kontrak itu, bukankah ini keterlaluan? Setidaknya berikan aku waktu istirahat," rintih Melissa dengan suara menghiba.
"Baiklah, aku akan memberimu istirahat malam ini, tapi kita harus makan dulu untuk membicarakan kontrak itu, bukan? Kurasa kamu tidak membaca kontrak itu dengan seksama, dilihat dari kata-katamu baru saja, Istriku."
Darren menjawab dengan santai, lalu memeluk pinggang Melissa dan membawanya ke ruang makan.
Menyeret gadis itu tepatnya.
Ucapannya tersebut membuat Melissa curiga sekaligus was-was. Kontrak apa yang membuat Darren mengatakan hal itu dengan seringai puas seperti itu?
Kalau iya, dia hanya bisa pasrah jika ternyata isi kontrak itu sangat merugikan pihak Alice, yang itu artinya Melissa harus menerima dan menanggung kemalangan tersebut karena kini menghuni tubuh Alice.
Seluruh makanan lezat terhidang sudah di meja, membuat perut Melissa yang sudah kosong tiba-tiba terasa keroncongan.
Tanpa berpikir panjang, Melissa pun menggeser kursi sedikit jauh dari Darren dan berniat untuk menikmati semua hidangan mewah ini.
"Siapa bilang kamu harus duduk di situ, Istriku?" tanya Darren dengan suara tenang.
Tangan Melissa yang sudah mengambil garpu dan pisau untuk memotong steak, terhenti, menatap suaminya tersebut dengan kening berkerut.
Apakah dia harus pindah ke kursi yang berada sampingnya karena sekarang pria itu adalah suaminya?
"Lalu, duduk di mana, Ren?"
Melissa yang sudah kelaparan, memilih untuk tidak berdebat dengannya, tanpa bicara segera mengangkat piring steak dan berjalan mendekat ke arah tempat duduk Darren.
"Duduk sini, aku akan menyuapimu."
Pria itu menepuk pahanya dengan santai.
Mata Melissa seketika melebar tak percaya dengan ucapannya tersebut.
"Kamu gil–"
"Apa?"
Dia memotong dengan suara dingin sebelum Melissa sempat bertanya apakah dia sudah gila?
Melissa memilih menelan ludah dan mengurungkan ucapan.
"Kamu tidak mau? Oh, kamu memilih makan di lantai? Oke."
Tanpa ragu, Darren mengambil sepiring steak dan bersiap menuangkannya ke lantai.
"Makan di lantai seperti anjing saja kalau begitu," ujarnya acuh tak acuh.
"Tidak!" seru Melissa panik.
Darren menepuk pahanya sekali lagi dengan ekspresi pongah.
"Jadi? Duduk sini."
Suaminya ini benar-benar gila. Bagaimana mungkin mengajak makan tapi menyuruh dirinya duduk di atas paha pria tersebut?
Dia ini mengajak makan atau sedang menyiksanya?
"Tunggu apalagi? duduk sini, di pahaku. Kalau kau tidak mau aku makan," ancam Darren, yang membuat Melissa hanya mengerang pelan dan berjalan dengan pasrah untuk duduk di atas pangkuannya.
