Bab 5
"Tante apaan sih, aku kan pria sejati." Ucap Andre, walau bagaimanapun dia tidak suka jika seseorang menganggapnya sebagai pria tidak normal.
Pandangan Santi langsung teralihkan kepada Dinda yang sejak tadi diam dan hanya melihat. "Kamu siapa cantik?"
Andre tiba-tiba merangkul bahu Dinda. Mata Dinda membulat sempurna, dia binggung apa yang Andre lakukan.
"Dia pacarku. Tante, buatlah dia jadi lebih cantik, lihat penampilannya," Andre memperhatikan Dinda dari ujung kaki ke ujung kepala. "Dia terlalu sederhana, pokoknya buat dia jadi bidadari."
Karena Dinda sendiri hanya memakai kemeja putih lengan pendek dan celana bahan berwarna hitam, dia juga kan niatnya ingin melamar kerja di cafe
"Tapi, Pak saya bukan pa....."
"Sudah, kau ikut saja dengan Tante Santi." Ucap Andre menyela ucapnya.
Santi langsung mengajak Dinda untuk berbaring di kursi salon dan mulai mengkrimbad rambutnya.
Andre duduk agak menjauh dan membaca beberapa majalah yang berada di meja salon, tapi tiba-tiba telinganya terasa begitu panas.
"Le lu denger nggak? Katanya si Andre gay. Dia udah nggak suka sama wanita. Parah nggak sih menurut lu." Ucap seorang wanita yang sedang duduk dengan rambut yang sedang di catok oleh pelayan salon.
Temannya yang di sebelah juga menyahutinya, "iya parah ya... Padahal tampan. Sayang banget nggak normal."
Mereka seperti tengah bergosip tentang Andre, telinga Andre benar-benar merasa panas. Karena dia mendengarkannya secara langsung.
"Gara-gara di tinggal pacarnya aja sampai frustrasi gitu. Kasihan banget ya, memangnya nggak ada wanita yang lain apa di dunia? Hahahaha." Dia tertawa geli meledek Andre.
"Hahahaha... Parah sih si Andre mah." Sahut temannya.
"Siapa yang parah?" Tanya Andre tiba-tiba, mereka langsung melihat wajah Andre di depan kaca besar.
Mata mereka membulat dan kaget. "Ndre lu di sini?" Tanya wanita itu dengan canggung, mereka adalah teman kuliah Andre.
"Iya aku di sini. Kenapa memangnya?" Wajah Andre begitu masam seraya melipat kedua tangannya di atas dada.
"Tadi kita nggak ada maksud....."
"Kalian jelas bergosip! Siapa yang bilang aku nggak normal? Aku normal kok." Ucap Andre marah-marah.
"Ndre maafin kita.... Kita."
"Andre... Lihat pacarmu." Kata Santi yang datang bersama Dinda.
Andre langsung berbalik badan dan melihat Dinda dari atas sampai bawah. Dia memakai dress berwarna pick selutut dengan sepatu high heels, senada dengan dress yang ia kenakan. Rambut panjang yang tadinya tidak terlalu lurus itu seketika menjadi kurus bak jalan tol, make up yang natural menampilkan kesan anggun dan manis. Dinda yang masih berusia 19 tahun itu makin terlihat cantik.
Andre di buat ternganga, dia merasa aneh. Padahal dia sendiri dari setahun kebelakang tidak ada ketertarikan pada wanita. Walau secantik apapun wanita tersebut, tapi kenapa Dinda sangat berbeda di matanya.
"Bagaimana Ndre? Dia cantik bukan?"
Pertanyaan Santi menepis lamunan Andre yang menatap begitu dalam pada Dinda, Dinda sendiri bahkan menunduk dan tidak berani melihat bos nya yang galak itu.
"Cantik!" Seru Andre.
"Ya sudah ajak dia kencan." Ucap Santi tersenyum pada keponakannya itu.
"Yuk pulang!" Ajak Andre seraya berjalan memimpin di depan.
"Pak maaf..." Panggil Dinda yang terlihat kesusahan jalan, karena dia belum biasa memakai sepatu berhak tinggi.
Andre menoleh, dan memperlambat langkah kakinya. Dinda tertinggal agak jauh dan segera menghampirinya, "saya belum biasa pakai sepatu begini, apa Bapak bisa jalannya agak lambat saja?" Andre mengangguk.
"Pak kita habis ini kemana? Dan kenapa Bapak mendandaniku seperti ini? Apa kita mau kencan?" Tanya Dinda, mata Andre terbelalak.
Namun seketika saja dia merasa lucu dan tertawa. "Hahahaha... Kamu ini apaan sih Din, tentunya nggak lah. Aku tidak mungkin berkencan denganmu." Sahutnya sambil geleng-geleng kepala.
'lalu apa? Apa kerja jadi asisten harus berpenampilan seperti ini?' batin Dinda.
Andre langsung masuk ke dalam mobil dan Dinda duduk di sebelahnya, "Dinda tugas mu yang pertama adalah menjadi pacar pura-pura ku!" Tutur Andre.
"Pacar pura-pura? Maksudnya bagaimana Pak?" Dinda ini benar-benar polos.
"Aku akan kenalkan kamu pada kedua orang tuaku, tapi kau harus pura-pura jadi pacarku. Apa kau paham sekarang?"
"Tapi saya sudah punya pacar Pak."
"Kan aku bilang pura-pura! Lagian aku tidak mengajakmu untuk selingkuh. Kau tidak paham juga?" Andre terlihat begitu emosi. "Kau baru jadi asisten ku belum sehari lho Din, tapi kau begitu menyebalkan! Apa kau aku penjarakan saja!"
"Penjara? Pak saya sudah bilang saja bukan pencuri. Kenapa Bapak terus saja menuduhku." Tutur Dinda membela diri, lama-lama dia juga tidak terima karena terus saja di fitnah.
"Ya sudah! Kau turuti saja. Jangan banyak tanya, kenapa semua wanita itu bawel sekali!" Andre mengusap pelipis matanya.
"Maafkan saya Pak."
Tibalah mereka di sebuah rumah kediaman Prawira, rumah dari kedua orang tua Andre. Begitu megah dan elite. Tanpa berlama-lama merekapun masuk secara bersama, Andre mengandeng tangan Dinda.
Dalam hati Dinda dia merasa gugup tak karuan, dia merasa beneran bertemu calon mertua. Walau hanya pura-pura.
Ibu Andre tengah makan siang bersama Selly, dia kaget melihat anaknya datang dengan mengandeng seorang wanita cantik. Bella langsung berdiri dan menghampirinya.
"Andre... Dia siapa?" Tapi tidak bisa di pungkiri matanya sangat berbinar-binar.
"Dia pacarku Mah." Sahut Andre berbohong.
"Benarkah? Kamu benar-benar pacar Andre?" Bella memegang lembut dagu Dinda, Dinda hanya mengangguk dan tersenyum.
"Ya sudah. Kalian makanlah sekalian di sini." Ucap ibunya yang langsung menuntun Dinda untuk duduk di meja makan.
Dinda duduk di sebelah Bella. "Kamu mau apa? Biar Mamah ambilkan?" Tanya Bella dengan hangatnya, tapi Dinda tiba-tiba saja menitihkan air mata.
Dia merasa begitu terharu, ada seorang wanita yang sangat hangat padanya, apa lagi sosok seorang ibu. Dia sendiri tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang dari seorang ibu.
"Dinda kau kenapa?" Tanya Andre yang kaget melihat Dinda menanggis, dia takut kalau Dinda berkata jujur pada ibunya.
Dinda dengan cepat menyeka air matanya, "tidak, Pak. Saya tidak apa-apa." Sahutnya sambil tersenyum.
Bella mengambilkan nasi di atas piring untuk Dinda, tapi tangannya langsung di cegah oleh Dinda. "Biar aku sendiri aja Tante, yang ambil." Ucap Dinda yang merasa tak enak.
Menu makan siang di atas meja juga sangat banyak. Mulai dari sup ayam, rendang, perkedel, dan capcay. Ada jus mangga juga di sana. Benar-benar terasa enak, jarang-jarang Dinda makan dengan menu segini banyaknya.
Perlahan Dinda mengambil nasi dan beberapa lauk di atas piring, tapi hanya sedikit karena dia merasa takut pada Andre.
Baru juga Dinda mulai makan satu suap. "Jadi, sejak kapan kalian pacaran?" Tanya Bella.
