Bab 10

Bijak dalam membaca dan berpikir.

Pernikahan yang sangat diharapkan sebagian banyak wanita. Bukan hanya wanita, tapi bagi seluruh pasang kekasih. Tidak terkecuali Cecil, tapi ternyata tidak bagi Daren.

Di hari pernikahannya, wajah pria itu dirundung kemurungan yang hebat. Dia tidak merasa bahagia. Ada rasa bersalah yang sangat menyiksa dalam hatinya.

Di sebuah kamar besar dan elok, dia duduk termenung memandangi wajah cantik wanitanya. Air matanya menetes begitu saja.

"Amara, maafkan aku," ucapnya penuh dengan aura penyesalan.

Terlalu dalam rasa sesalnya, sehingga Daren tidak mampu menyembunyikan kesedihannya.

"Amara, aku memang menikah dengan Cecil, tapi percayalah, aku tidak akan pernah menghianati cinta kita," janjinya.

Jemari lentik Amara menjadi pelampiasan penyesalannya. Digenggam dan diremas jemari lentik Amara. Seakan dia enggan meninggalkan wanita yang selalu ada dalam hatinya.

"Daren, kamu jahat!"

"No, Amara. Aku tidak jahat padamu. Aku tidak akan pernah menghianati cinta kita. Semua ini aku lakukan demi kita. Demi kelangsungan cinta kita."

Sekali lagi kegusaran dan rasa bersalah menyelimuti hatinya. Melihat wajah kesal Amara semakin membuat Daren tidak mampu berkata-kata lagi.

Apa yang dikatakan Amara ada benarnya. Dia memang jahat padanya dan Cecil. Dua wanita akan menjadi korban ketidakwarasannya.

"Amara, sayang. Kamu tau bukan apa yang dikatakan orang tentang kita? Semua orang menganggap aku bukan pria normal. Semua orang menganggap hubungan kita ini salah. Hanya dengan cara menikahi Cecil dan membuat aku mempunyai status dalam pernikahan, omongan orang itu akan hilang. Dan kita, kita akan bisa tetap bersatu, Amara. Percayalah! Aku tidak akan pernah berpaling darimu."

Daren memeluk erat tubuh Amara.

Wanitanya menangis dalam kesedihan. Wanitanya merana merasakan api cemburu.

"Apa kamu akan tetap menjadi suamiku satu-satunya, Daren? Bagaimana dengan malam-malam kita? Aku tidak mau berbagi suami, Daren." Isak tangis Amara semakin terdengar sesak.

"No, sayang." Daren merenggangkan tubuhnya.

Dengan lembut, kedua tangannya mendekap wajah cantik Amara.

"Kita akan tetap menjalani malam-malam indah kita. Setiap malam kita akan melakukannya. Tidak ada yang bisa mengusik malam kita, sayang. Tidak akan, termasuk Cecil. Bagiku, kamu adalah malamku. Kamu satu-satunya wanita yang bisa menyentuh tubuhku." Manik matanya mencoba meyakinkan Amara.

"Apa kamu yakin?" Bola mata yang indah milik Amara mencari kepastian Daren.

"Percayalah! Aku sangat yakin. Apa kamu meragukan cintaku, sayang?" Mata Daren membuka dengan binar keyakinan.

"No. Aku yakin dan percaya padamu," jawab Amara dengan senyum tipis.

Senyuman manis itu langsung disambut dengan senyum manis pula oleh Daren.

Dia bahagia melihat wanitanya tersenyum dan percaya padanya.

Cup.

Satu kecupan cinta mendarat pada bibir merah Amara. Bibir yang selalu menjadi candu bagi Daren. Bagi pria itu, Amara adalah nyawanya.

"Aku sangat mencintaimu, sayang," bisik Daren tepat di telinga Amara.

"Aku juga sangat mencintaimu, Daren. Jangan pernah tinggalkan aku! Jangan pernah melupakan diriku," bisik Amara.

Bisikan yang disertai dengan embusan napas hangatnya, membuat rambut-rambut halus Daren merinding. Ada aliran listrik yang tinggi dalam tubuhnya.

"Sayang, kamu menggodaku," ujar Daren dengan wajah dan tatapan nakal.

"Tidak, Daren. Aku reflek," sahut Amara dengan gaya manjanya.

Amara mengaku tidak sedang menggoda, tapi nyatanya ekspresi wajah dan mimik gerakan bibirnya membuat Daren semakin tergoda. Wanita itu membuat gerakan yang sensual sehingga menarik gairah Daren untuk membara.

"Daren, jangan lakukan itu!" goda Marah dengan suara khas memancing gairah Daren.

Wanita itu semakin erat memeluk tubuh Daren ketika lelakinya semakin mencumbu dirinya.

"Sayang, kamu yang memulainya. Kamu harus bertanggung jawab. Kamu lihat juniorku! Dia sudah tegak berdiri, sayang. Apa kamu mau dia marah dan mencari tempat lain?" Daren mengedipkan mata nakal.

"Daren, kenapa kamu berkata seperti itu? Mana mungkin aku membiarkan junior ini masuk ke dalam lubang yang lain," ucapnya dengan tangan aktif.

Amara telah sepenuhnya memanjakan sang junior. Meski masih berada di dalam, tapi wanita itu telah menjadi lihai. Dia tidak perlu mengeluarkan terlebih dahulu hanya untuk dapat membelai dan memanjakannya.

Di dalam sana saja, Amara mampu membuat Daren seperti cacing kepanasan. Tubuhnya menggeliat hebat. Aliran darahnya semakin deras dengan irama jantung cepat napasnya memburu.

Daren yang telah dimabuk asmara tidak mau diam saja. Dengan sigap dan handal pria itu telah melahap keseluruhan bibir merah Amara.

Lengkuhan demi lengkuhan semakin terdengar indah mengiringi gejolak asmara dua anak manusia yang berbeda segalanya.

"Daren, ah ...." Amara semakin mendesah, Daren semakin bahagia.

Inci demi inci dijelajahi seluruh kulit mulus wanitanya. Puas dengan wajah dan bibir Amara, Daren semakin membawa wajahnya menuruni lembah dan bukit yang menjulang tinggi.

Wajah tampan itu akhirnya tenggelam dalam lembah antara dua bukit kembar. Semakin dia menyusupkan wajahnya, semakin indah desahan wanitanya.

"Daren."

"Iya, sayang. Nikmatilah, Amara!" sahut Daren senang dengan panggilan mesra Amara.

Cara Amara menyebut namanya setiap mereka bercinta adalah bumbu yang mampu membuatnya semakin menggila.

"Daren, jangan lakukan itu! Kamu nakal sekali."

Amara sedikit bergelinjang ketika lelakinya itu berbuat iseng. Dia tidak menyangka Daren akan mengigit ujung bukit kembarnya yang berawan merah muda.

Melihat wajah merona Amara, Daren semakin gemas dan semakin menambah isengnya.

"Apa itu sakit, sayang?" ucapnya masih dalam posisi yang sama.

Pria itu seakan tidak rela melepaskan benda yang ada di ujung bibirnya.

"Geli, sayang. Kamu jahil sekali."

"Nikmat?" Sekali lagi Daren menggodanya.

"Sangat," jawab Amara malu-malu kucing.

"Mau lagi?"

"He'em," angguk Amara manja.

"Oh, sayang. Jangan lakukan itu! Wajahmu semakin membuat aku bergairah," aku Daren tidak kuasa melihat wajah imut Amara.

Amara merona. Wanita yang telah lama hidup bersamanya itu terlihat sangat malu. Meski mereka bukan hanya sekali ini saja memadu cinta, tapi setiap kali berlayar bersama, ada saja yang membuat darah mereka berdesir hebat.

"Auw ...! Kamu meremasnya, sayang," sentak Daren sedikit menggeliyat saat merasakan juniornya diremas oleh jemari lentik Amara.

"Aku gemas," bisik Amara lirih.

"Oh, sayang. Kamu nakal." Daren kembali menguasai wajah Amara.

Dia menyerang bibir ranum milik wanitanya sebelum akhirnya menjelajah keseluruh lapang tubuh mulus Amara.

Pagi ini Daren melupakan hajatnya. Dia melupakan acara pernikahan ahan yang akan segera berlangsung.

Dia tidak tau apa yang sedang menunggunya di luar sana. Dia tidak peduli ada hati lain yang telah gusar menanti kedatangannya.

Bagi Daren, menikmati cinta berdua dengan Amara adalah kebutuhannya. Tidak ada satu pun yang bisa menubda atau pun mengusik kesenangan mereka, tidak juga adengan Cecil dan hari pernikahannya.

Pagi ini Daren dan Amara melebur menjadi satu dalam samudera cinta. Pelepasan demi pelepasan telah mereka rasakan dan nikmati. Daren semakin melupakan segalanya ketika Amara tidak juga puas menerima belaiannya.

Entah sengaja atau tidak, Amara semakin menambah kegilaannya. Seolah dia enggan melepaskan Daren untuk menikah, wanita itu semakin menggoda dan menambah ritme permainannya.

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya