Bab 3
"Carley, jam berapa mereka akan datang?" Daren melihat arloji di tangannya.
"Sepuluh pagi ini mereka akan datang."
"Oke. Berapa orang?"
"Dua." Carley dengan santai menjawab pertanyaan Daren.
Daren kembali memejamkan matanya. Pria itu duduk santai dengan kepala bersandar. Dia kembali teringat ucapan Cintia tentang kehidupannya bersama Amara. Daren bukan melawan takdir, tapi dia benar-benar tidak akan pernah bisa meninggalkan Amara. Dia tidak akan pernah bisa menggantikan Amara dengan wanita lain.
'Daren, cobalah untuk membuka hatimu. Ijinkan hatimu diisi dengan cinta lain yang mampu mengisinya. Jangan biarkan hatimu terlalu terjebak dalam keadaan yang tidak seharusnya terjadi.' Itulah kata-kata Cintia yang selalu menderu dalam pikirannya.
"Apa aku harus melakukan semua saran Cintia? Apa aku harus meninggalkan dan belajar melupakanmu, Amara?"
Daren menarik napasnya dalam dan panjang. Napasnya terasa berat dan sesak bila mengenang hubungannya dengan Amara. Hubungan yang tak akan pernah mendapatkan pandangan baik dari semua orang. Hanya Cintia yang bisa memaklumi hubungan mereka, meski wanita itu juga selalu menyarankan padanya untuk mengakhiri semuanya.
Daren terlarut dalam lamunan dan kondisi yang sulit. Setiap kali mengingat Amara, hatinya selalu bergetar hebat. Amara bisa memberikan segala kenikmatan yang dia butuhkan. Amara wanita yang tidak pernah menuntut apa-apa darinya. Dia wanita yang sederhana dan lemah lembut. Semua yang Daren suka ada pada Amara.
"Bos." Carley memanggilnya.
"Bos."
Lagi-lagi suara Carley tidak mampu membuat mata Daren terbuka.
"Bos!" teriak Carly kesal karena Daren tidak juga membuka matanya. Saat membuka mata, seketika mata pria itu terbuka lebar dan melotot padanya.
Carley menggaruk kepalanya yang tidak gatal ketika mata Daren menatapnya tajam seperti seekor singa siap menelannya hidup-hidup.
"Maaf, Bos. Lagi pula dari tadi dipanggil Bos tidak mendengarkan aku," ucap Carley membela diri sendiri.
"Ada apa?!" Daren masih tidak mengecilkan matanya.
"Ayo kita temui mereka," ucap Carley mengajak Daren menemui tamu perusahaan.
"Apa mereka sudah datang?" Kali ini Daren kembali santai.
"Sudah. Mereka sudah menunggu Anda."
Daren tidak menjawab Carley. Pria itu berdiri dan berjalan meninggalkan meja kerjanya.
"Ayo!" Daren menoleh ke Carley yang masih terdiam dan tidak mengikuti dirinya.
"Siap, Bos."
Langkah Carley langsung mendekati Daren dan mereka berjalan bersama menuju ruangan yang biasa digunakan Daren menerima tamu perusahaan.
Dengan sigap Carley membukakan pintu kaca untuk Daren agar bosnya itu masuk.
"Selamat pagi, Tuan Daren," ucap seorang wanita cantik.
"Selamat pagi ... Cecil?" Mata Daren membulat sempurna ketika mengetahui siapa wanita yang kini tengah berdiri di depannya.
"Ya, aku Cecil. Apa kabar Daren?" Cecil mengulurkan tangannya dengan senyum manis yang merekah.
"Ah, kabarku baik, Cecil," ucap Daren sedikit gugup. Pria itu menyadarkan dirinya sendiri dari rasa kagum akan kecantikan Cecil.
Kecantikan dan penampilan Cecil sungguh menarik hari ini. Wanita itu adalah teman waktu mereka kuliah. Sudah lama mereka tidak pernah bertemu sejak Daren memutuskan untuk pindah kuliah dan menikah dengan Amara. Sejak saat itu mereka tidak pernah lagi bertemu. Cecil sendiri harus melanjutkan kuliahnya ke luar negeri karena tuntutan orang tuanya.
Daren meminta Cecil untuk kembali duduk dan mereka mulai ngobrol kembali.
"Tuan Daren," panggil wanita itu sedikit canggung.
"Panggil Daren saja. Rasanya kaku kalau harus memanggil seperti itu. Kita ini teman. Santai saja." Daren merasa aneh saat Cecil memanggilnya tuan.
"Iya, Daren." Cecil tersipu malu mendapat tatapan Daren.
Daren tersenyum melihat wajah merona Cecil.
"Ehem!" Carley berdehem melihat tingkah Daren dan Cecil seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta.
"Berisik!" ucap Daren mengalihkan matanya dari Cecil pada Carley.
Pria itu merasa mereka kembali dalam waktu yang telah terlewati.
"Daren, apakah kamu sudah menerima dokumenku?" tanya Cecil mengenai dokumen kerja sama yang telah diajukannya.
"Sudah, aku sudah membacanya. Apakah kamu serius akan melakukan kerja sama dengan perusahaanku?" Daren ingin memastikan apakah pengajuan itu benar-benar dilakukan oleh Cecil.
"Ya, aku rasa kita bisa bekerjasama dalam proyek ini." Cecil merasa yakin kalau mereka dapat menjalankan proyek itu dengan baik.
"Baiklah kalau seperti itu. Apa yang akan kita lakukan bila aku menyetujui pengajuanmu?"
Meski mereka teman, tapi Daren tidak mau main-main untuk urusan bisnis. Perusahan yang telah dibangunnya dengan keringat sendiri tidak akan dibiarkan merugi atau malah hancur karena dia salah mengambil keputusan.
Cecil menjelaskan secara rinci satu persatu poin yang akan dia lakukan setelah kontrak kerja sama disepakati oleh Daren. Wanita itu sangat mahir dan lancar saat menjelaskan apa yang akan mereka lakukan dan keuntungan apa saja yang akan mereka dapatkan dari proyek itu.
Daren memperhatikan dan menyimak penjelasan Cecil sembari sesekali kepalanya mengangguk tanda mengerti dan setuju dengan ide cemerlang Cecil.
"Keren. Kamu luar biasa Cecil. Kamu wanita yang hebat. Aku suka caramu menjelaskan semua rincian prosedur kerja kita. Aku suka itu." Daren memuji kecerdasan dan keahlian Cecil.
"Terima kasih, Daren. Aku hanya menjelaskan apa yang harus aku jelaskan padamu. Agar semua jelas sebelum kita sepakat."
"Ya, aku tau itu. Aku sangat kagum padamu. Kamu hebat." Lagi-lagi pujian Daren membuat Cecil malu.
Cecil senang bisa bertemu dengan Daren. Pria itu adalah cinta pertamanya. Meski hanya dalam hati saja. Cecil pernah mencintai Daren, tapi sayang, pria itu tidak pernah mau tau akan perasaannya. Cecil lebih memilih memendam perasaannya dari pada harus mengatakan yang sebenarnya pada Daren.
Cecil memilih mencintai Daren dalam diam terlebih saat pria itu memilih mencintai Amara. Amara adalah teman mereka juga. Amara dan Cecil merupakan sahabat karib. Sejak Cecil mengetahui kalau Amara juga mencintai pria yang sama dengan dirinya, Cecil memilih mengalah. Meski hatinya terasa sakit saat melihat kemesraan mereka.
Amara bukan tidak tau kalau Cecil juga mencintai Daren, tapi sahabatnya itu lebih memilih berpura-pura tidak tau dengan apa yang Cecil rasakan. Amara lebih memilih menutup mata demi mendapatkan cinta Daren. Keegoisan Amara membuat Cecil sakit hati dan memilih pergi.
Belum juga Cecil pergi, Daren dan Amara memilih pergi lebih dulu. Daren juga bukan tidak tau kalau Cecil mencintainya. Pria itu telah mengabaikan perasaanya. Yang ada dalam hatinya hanya Amara bukan dirinya. Cinta Daren hanya untuk Amara, bukan untuk Cecil.
Sekian lama mereka terpisah, sekarang mereka kembali dipertemukan lewat urusan bisnis.
"Daren, bagaimana kabar Amara?" tanya Cecil saat mereka telah selesai membicarakan masalah kerja sama.
"Uhuk!!" Daren tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan Cecil mengenai Amara.
"Daren, kamu tidak apa-apa?" Cecil tampak khawatir melihat Daren tersedak.
"Aku tidak apa-apa," ucap Daren mengambil air minum di atas meja dan langsung meneguknya habis.
"Maaf," ucap Cecil merasa tidak enak hati.
"Tidak apa. Aku baik." Daren kembali menetralkan dirinya sendiri.
"Apa Amara tidak bekerja bersamamu," tanya Cecil lagi.
"Ah, tidak. Dia tidak akan bekerja bersamaku dan dia baik-baik saja," ucap Daren dengan mata mengarah pada Carley.
Asisten Daren itu terlihat terkejut mendengar bosnya mengatakan bahwa Amara baik-baik saja. Bahkan Carley telah siap membuka bibirnya untuk melakukan protes, tapi dengan cepat Daren membuka matanya lebar, Daren melotot pada Carley agar asistennya itu diam.
Mau tidak mau asisten Daren itu memilih diam dan tidak berani mengatakan apapun tentang Amara.
Daren tersenyum melihat Carley menurut pada perintahnya.
'Dasar bos gila!' ucap Carley dalam hatinya.
