Bab 4

Dengan sangat sopan Daren memperlakukan Cecil. Pria itu menarik kursi dan meminta Cecil untuk duduk. Dengan tangannya dia memanggil seorang pelayanan untuk memesan makanan. Malam ini adalah malam pertama kalinya Daren mengajak wanita lain selain Amara untuk makan berdua. Begitu juga dengan Cecil. Malam ini adalah malam pertama kali dia makan bersama Daren setelah sekian lama mereka tidak pernah bertemu.

Daren memesan makanan yang biasa dia makan saat bersama Amara, tapi hal itu tidak menimbulkan kecurigaan pada Cecil karena dia memang tidak tau kalau makanan itu adalah kesukaan Amara.

Dengan anggun dan lembut Cecil menyeruput minuman yang dia pesan.

"Cecil, apa kekasihmu tidak marah kalau aku membawamu makan malam ini?" Daren membuka percakapan.

"Uhuk!!" Cecil tersedak saat mendengar pertanyaan Daren.

"Cecil, maaf." Daren dengan cepat berdiri mendekati Cecil.

"Aku baik-baik saja, Daren. Tidak apa," ucap Cecil setelah menyeruput kembali minumannya untuk melegakan tenggorokannya.

Tenggorokannya terasa sangat sakit karena minuman yang salah masuk.

Daren kembali duduk dan masih memperhatikan Cecil. Wanita itu masih berusaha menghilangkan rasa sakit pada lehernya.

"Cecil, maafkan aku. Apa itu sakit?" Daren meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya.

"Ya, leherku terasa sakit, tapi sudah lebih baik. Jangan khawatir, ini hanya air salah masuk," ucap Cecil dengan senyuman manis.

"Baiklah. Aku harap itu akan segera berakhir."

"Ya."

"Makanlah! Mungkin dengan makan rasa sakit itu akan hilang."

Daren melepaskan tangan Cecil agar wanita itu makan. Dia sendiri langsung memegang sendok dan mulai makan. Cecil dan Daren menikmati makan malam berdua dengan suasana tenang.

"Daren, apakah Amara tau kalau kita makan berdua malam ini?" Cecil merasa tidak enak bila Amara tau mereka makan hanya berdua tanpa mengajaknya.

"Dia tau," jawab Daren santai tanpa mengalihkan matanya pada makanan di piringnya.

"Apa dia tidak akan marah?" Cecil takut Amara marah padanya.

"Tidak, dia tidak akan marah. Kamu tenang saja, aku sudah ijin padanya kalau kita akan makan berdua." Kali ini mata Daren menatap Cecil. Pria itu tersenyum membuat hati Cecil tenang. "Bagaimana dengan kekasihmu? Apa dia tidak marah melihat kita makan berdua?" Daren balik bertanya.

Bukannya menjawab, wanita itu malah tertawa mendapatkan pertanyaan dari Daren. Sekali lagi Cecil mengambil gelas dan meminumnya.

"Siapa yang akan marah? Aku saja tidak punya kekasih, Daren." Cecil tersenyum lagi, tapi senyum itu terlihat menyedihkan.

"Mana mungkin kamu tidak punya kekasih, Cecil. Kamu wanita yang cantik dan sukses. Aku yakin banyak pria di luar sana yang berlomba ingin menjadi suamimu. Atau jangan-jangan kamu yang terlalu pemilih, Cecil?" Daren memiringkan matanya seolah ingin meminta jawaban atas pertanyaannya.

'Memang banyak yang mau menjadi suamiku, Daren. Bahkan mereka rela memberikan segalanya bagiku, tapi aku masih mencintaimu, Daren. Hati ini belum bisa membuka untuk cinta lain.' Cecil berkata dalam hati tentang perasaan yang sebenarnya.

Wajah Cecil berubah menjadi dingin dan sedih. Wanita itu tidak suka bila Daren membahas tentang dirinya.

"Bagaimana dengan Amara? Apa kalian sudah mempunyai anak?" Cecil mengalihkan pembicaraan.

"Belum, kami tidak akan mempunyai keturunan."

"Kenapa? Apakah lain waktu aku boleh bertemu dengan Amara? Aku sangat merindukannya." Cecil berharap dia dapat bertemu dengan Amara.

"Itu tidak akan terjadi." Wajah Daren berubah dingin.

Pria itu seakan kehilangan selera makan malam ini sejak Cecil membicarakan tentang Amara. Daren menghentikan makannya dan menyandarkan punggungnya.

"Daren, apa aku menyinggung perasaanmu?" Cecil merasa Daren marah padanya.

"Ah, tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu tentang kita," ucap Daren dengan senyum kembali mengembang dari bibirnya yang sensual.

"Kita?"

"Ya, kita. Memangnya siapa lagi? Di sini hanya ada kita berdua, tidak ada yang lain lagi, bukan?" Daren lebih mendekatkan wajahnya condong ke arah Cecil.

"Ya, hanya kita berdua." Cecil bersandar menjauh.

Wanita itu merasa ada yang aneh dari sikap Daren, tapi dia tidak yakin itu apa. Satu yang pasti, Cecil merasa sedikit senang saat pria itu mengatakan kalau dirinya tengah memikirkan tentang dia dan dirinya.

'Tidak, aku tidak boleh terlalu senang. Bisa saja Daren hanya ingin membuatku senang saja, tapi setelah itu dia akan menyakiti aku lagi. Dia tidak mungkin mengkhianati Amara. Daren terlalu mencintai wanita itu.' Cecil berpikir dalam hatinya.

"Cecil, apa ada yang kamu pikirkan?" Daren membangunkan Cecil dari lamunannya.

"Tidak. Aku hanya berpikir tentang pekerjaan yang akan kita lakukan bersama. Kapan kita akan melakukan peninjauan lahan yang akan kita gunakan untuk mendirikan proyek itu?"

"Hey! Bisakah kita tidak membicarakan pekerjaan malam ini?" Daren tidak ingin waktu mereka habis hanya untuk membahas pekerjaan. "Malam ini aku ingin kita lebih santai, kita berbicara tentang kita, tentang hidup kita. Bukan masalah pekerjaan."

"Maaf."

"Santai saja. Kita nikmati malam ini tanpa ada masalah pekerjaan. Untuk masalah pekerjaan kita akan bicarakan besok saat di kantor, bukan di sini."

Cecil tersenyum mendengar perkataan Daren. Dia memang sudah stress untuk urusan pekerjaan. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya, tanpa ada satu orang pun yang tau.

"Kapan kita akan jalan berdua lagi?"

"Kita cari waktu luang, minggu-minggu ini pekerjaanku sangat banyak. Aku membutuhkan seorang asisten untuk membantuku." Wajah Cecil terlihat lelah bila memikirkan pekerjaan yang harus diselesaikan sendiri.

"Ayolah, Cecil. Jangan pikirkan pekerjaan lagi. Malam ini aku ingin membawamu bersenang-senang. Apa kamu mau terlihat tua karena selalu memikirkan pekerjaan? Tersenyumlah dan lupakan masalah itu."

Daren meraih tangan Cecil dan menggenggamnya erat.

"Sekarang pejamkan mataku!" Daren meminta Cecil untuk memejamkan mata.

Wanita itu mengikuti apa yang Daren minta.

"Tarik napasmu panjang dan dalam lalu hembuskan secara perlahan dan sangat pelan-pelan."

Lagi-lagi Cecil mengikuti apa yang Daren perintahkan. Wanita itu melakukan beberapa kali hingga pikirannya terasa lebih tenang dan rileks.

Daren tersenyum melihat Cecil melakukan hal itu. Wajah wanita itu terlihat lebih tenang dan segar.

"Bagaimana?"

Cecil membuka matanya secara perlahan.

"Luar biasa. Pikiranku lebih santai, Daren." Cecil terlihat lebih senang. "Apa kamu seorang terapis?" canda Cecil.

"Aku sering melakukan hal itu bila pikiranku sedang penuh dan stress. Hal itu bisa membantuku untuk lebih santai. Kamu bisa melakukannya setiap kali kamu merasa tidak nyaman atau merasa hidupmu tidak bahagia. Aku yakin kamu akan menjadi lebih bahagia setelah ini."

"Berapa aku harus membayarmu untuk satu kali terapi ini?" Lagi-lagi Cecil melontarkan candaan pada Daren.

"Kamu harus membayarnya dengan waktumu."

"Waktuku?" Mata Cecil membulat sempurna.

"Ya, kamu harus menemani aku bila aku membutuhkannya." Daren tersenyum penuh arti.

Cecil kembali memicingkan matanya. Dahinya berkerut tidak mengerti apa yang pria itu mau. Daren tambah tertawa melihat ekspresi wajah Cecil yang lucu.

"Hey! Wajahmu sangat jelek sekali!" Daren menarik hidung Cecil. "Aku hanya bercanda, jangan terlalu serius."

Sekali lagi senyum pria itu mengembang dan terlihat sangat manis bagi Cecil. Berbeda dengan Cecil, wanita situ masih belum mengerti arti candaan Daren, tapi dia sangat menikmati malam bersama Daren.

Daren dan Cecil benar-benar menikmati malam ini jenuh dengan kebahagiaan. Daren mengantar Cecil pulang ke rumahnya dan berjanji akan membawa wanita itu makan malam yang lebih menyenangkan.

Baca juga

MOMMY

PESONA ADIK IPAR

JANDA PERAWAN

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya