Bab 8

"Daren."

Cecil menatap Daren sebelum dia ke luar dari mobil Daren.

Daren mengantar Cecil kembali ke kantornya.

Sepanjang perjalanan pulang, sama sekali tidak ada pembicaraan yang berarti antara mereka. Daren juga tidak lagi menanyakan jawaban Cecil atas pertanyaannya. Apakah Cecil mau menikah dengannya atau tidak. Daren lebih banyak diam setelah Cecil menanyakan soal Amara.

Dari sikap Daren, Cecil bisa mengambil kesimpulan bahwa Daren masih sangat mencintai Amara. Wanita yang telah berhasil mengunci hati Daren sehingga Cecil tidak mampu merebutnya.

"Terima kasih sudah mengajak aku makan di luar," ucap Cecil.

Kecewa.

Ya, sebenarnya Cecil kecewa dengan perubahan sikap Daren, tapi apa hendak dikata. Cecil tidak mau memaksakan agar Daren benar-benar mencintainya.

Cecil sendiri tidak akan menjawab dan menyetujui permintaan Daren untuk menjadi istrinya. Dia akan melihat kesungguhan Daren sebelum dia mengambil keputusan. Cecil tidak mau salah melangkah.

Bagi Cecil pernikahan itu suci dan sakral. Dia hanya ingin menikah sekali seumur hidup, makanya dia tidak mau mengambil keputusan dengan tergesa-gesa. Dia tidak mau menikah dengan orang yang salah meskipun dia memang sangat mencintai Daren. Tetap saja Cecil tidak mau terburu-buru mengambil keputusan.

"Sama-sama. Cecil, maaf. Aku lupa kalau aku ada rapat hari ini. Lain kali aku akan kembali mengajakmu makan di luar. Dan aku janji, lain kali aku akan benar-benar mengosongkan jadwalku."

Cecil tersenyum mendengar alasan Daren. Bagaimanapun Cecil tidak bisa memaksakan diri agar Daren tetap bersama dirinya.

"Tidak masalah. Masih ada hari esok," ucap Cecil berbesar hati.

"Ya, masih ada hari esok." Daren mengulangi ucapan Cecil.

"Baiklah, sepertinya aku harus turun." Cecil tersenyum ke arah Daren. "Sekali lagi, terima kasih sudah mau mengantarku sampai kantorku lagi. Kabari aku kalau kamu sudah sampai kantormu," ucap Cecil lagi.

"Pasti. Aku pasti akan memberimu kabar kalau aku sudah sampai kantor. Selamat bekerja lagi, Cecil. Aku sayang kamu," ucap Daren.

Pria itu hendak memberi Cecil ciuman, tapi dengan cepat gadis itu menghindar.

"Aku harus turun. Dan kamu harus segera kembali," ucap Cecil sembari membuka pintu mobil.

Daren hanya terpaku pada posisi saat dirinya akan mencium Cecil. Dia sama sekali tidak menduga bila Cecil akan menolak ciumannya secara halus.

"Cecil." Daren menahan tangan Cecil. "Apa kamu marah padaku?" tanya Daren.

Cecil tersenyum menyambut pertanyaan Daren. Gadis itu menyingkirkan tangan Daren dari tangannya.

"Untuk apa aku marah? Lagi pula aku tidak punya hak marah padamu. Memangnya kamu melakukan kesalahan? Tidak melakukannya, bukan?"

"Aku melakukan kesalahan. Aku salah karena aku lupa kalau hari ini aku ada jadwal rapat dan aku harus menggagalkan makan siang kita." Daren menunjukkan ekspresi penuh penyesalan.

Sekali lagi Cecil hanya mampu tersenyum.

"Tidak, Daren. Ini semua bukan salahmu. Mungkin waktunya saja yang belum tepat. Sudahlah, jangan kita terus membahasnya. Cepatlah kembali ke kantor! Bukankah kamu sudah ditunggu?"

"Ah, benar. Aku harus segera kembali ke kantor." Daren menarik tubuhnya menjadi tegak dan lurus ke depan kembali.

Cecil terpaku menatapnya.

"Daren, hati-hati di jalan. Jangan melamun dan jangan ngebut. Bawa mobilmu pelan saja."

"Siap, Tuan putri," jawab Daren dengan senyum manis.

Tangan pria itu berada di pelipisnya. Daren berlaku seolah seorang prajurit memberi hormat pada komandannya.

Cecil tertawa terkekeh melihat kekonyolan Daren.

"Kamu gila, Daren."

"Aku gila karena kamu, Cecil." Sekali lagi Daren merayu Cecil.

Deg!

Tiba-tiba detak jantung Cecil berdegub kencang.

Cepat-cepat gadis itu menghindari pandangan Daren dan memilih cepat turun. Cecil menutup pintu mobil secara perlahan.

Daren menurunkan kaca mobilnya dan kembali mengarahkan matanya pada Cecil.

"Sampai jumpa, Cecil. Lain kali aku akan mengunjungi dan mengajakmu jalan. Aku janji, aku tidak akan membuatmu kecewa untuk kedua kalinya," teriak Daren dari dalam mobil.

"Ya, aku tunggu janjimu."

Daren memberikan ciuman perpisahan dengan membuat bibirnya maju menguncup seakan tengah mencium bibir Cecil.

Gadis itu tertawa geli melihat kekonyolan Daren. Cecil melambaikan tangannya mengiringi kepergian Daren.

Setelah puas menggoda Cecil, pria itu melajukan mobilnya dengan sangat cepat. Mobil sport Daren melaju membelah keramaian kota.

Jalanan ibu kota yang ramai membuat Daren mengurangi kecepatannya.

Dengan gaya parkir yang khas ala Daren. Pria itu dengan gesit dan mahir memarkirkan mobilnya tepat di tempat parkir khusus untuk dirinya.

Dengan mengenakan kaca mata hitam, jas hitam dan sepatu kulit hitam, Daren ke luar dari mobilnya dengan sangat gagah.

Ketampanan dan kegagahan Daren tidak bisa diremehkan. Pria itu mempunyai kharismatik yang besar, tapi sikap dinginnya membuat ketampanannya hanya bisa dinikmati dengan mata saja.

Daren terkenal menjauhi wanita. Dalam hatinya hanya ada Amara. Bukan wanita lain.

Bagi Daren, Amara adalah segalanya. Wanita di luar sana tidak ada yang mampu menggeser nama Amara dalam hatinya.

"Bos," sapa Carley.

"Aku lelah, Carley."

Daren mendorong pintu ruangannya. Pria itu masuk dengan Carley mengikutinya di belakang.

Daren langsung duduk di kursi kebesarannya. Kursi panas yang hanya miliknya dan hanya dia yang berhak duduk di sana.

Daren meluruskan kakinya di atas meja. Kepalanya bersandar. Matanya terpejam. Bukan tidur, dia hanya mencoba memikirkan sesuatu.

Carley ikut duduk di depannya. Matanya masih menunggu apa yang akan diperintahkan bosnya itu pada dirinya. Matanya masih menatap wajah kusut bosnya.

"Carley, apa kamu mengenal Cecil?" tanya Daren tanpa membuka mata, tanpa merubah posisi.

"Cecil? Maksudmu wanita yang mengajukan kerjasama dengan kita?"

"Ya."

Daren membuka matanya. Pria itu menurunkan kakinya dan menegakkan punggungnya. Kini tangan Daren ada di atas meja. Tubuhnya sedikit condong ke arah Carley.

"Bagaimana menurutmu?" tanyanya lagi.

"Maksudnya, Bos?" Carley tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Daren.

"Apakah dia wanita yang cantik?"

"Ya, menurutku dia wanita yang cantik," jawab Carley.

Menurut pengamatan Carley, Cecil memang termasuk dalam kategori wanita yang cantik. Cecil juga terlihat anggun dan lemah lembut.

"Bagaimana dengan Amara?"

Mata Carley melotot.

Dia tidak menyangka kalau Daren akan bertanya padanya tentang wanita itu lagi. Carley terdiam.

"Kenapa? Apa telingamu tuli?"

Daren tidak suka dengan ekspresi Carley. Pria itu kembali bersandar dengan tangan menggenggam menyatu di depan dagu.

"Tapi, Bos. Amara-"

"Aku hanya bertanya padamu bagaimana Cecil bila dibandingkan dengan Amara?! Aku tidak menyuruhmu mengatakan atau berkomentar tentang Amara!"

Carley kembali terdiam.

"Ayo, katakan! Bagaimana menurutmu wanita itu?" Daren kembali menanyakan tentang Cecil.

"Aku harap kamu tidak mempunyai niat yang kurang baik pada wanita itu, Bos." Carley curiga pada Daren.

"Kamu pikir aku gila, Carley?!"

'Kamu memang gila, Daren. Sangat gila. Amara telah membuatmu gila. Wanita itu telah meracuni otak dan pikiranmu. Kamu sudah tidak masuk akal, Daren.' Carley bergumam dalam hati tentang Daren.

Bos yang menurutnya sudah tidak waras lagi.

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya