Bab 9
Perjuangan Daren tidak sia-sia. Meski harus menghabiskan waktu dan meninggalkan Amara untuk beberapa waktu, akhirnya dia bisa menaklukan hati Cecil. Daren berhasil meyakinkan wanita itu untuk menikah dengannya.
Beberapa hari ini Daren telah meninggalkan urusan dengan Amara, tapi bukan meninggalkan dalam arti yang sesungguhnya. Dia sama sekali tidak pernah meninggalkan wanita yang dicintainya itu.
Malam mereka tetap menjadi malam yang luar biasa. Daren dan Amara selalu melewatkan malam berdua. Hanya saja beberapa hari ini pikiran Daren tidka terlalu fokus pada Amara bila siang hari. Pikirannya tertuju pada Cecil dan rencana pernikahannya mereka.
Meski sebenarnya semua urusan pernikahan bukan Daren yang melakukannya, tapi ada orang-orang kepercayaan dan suruhannya yang melakukannya.
Daren menanggapi persiapan mereka dengan santai, tapi tidak dengan Cecil.
Dua hari lagi pernikahan mereka akan dilaksanakan. Cecil dengan wajah bahagianya memainkan dan memasukkan ujung pulpen ke dalam bibirnya. Wanita itu memang mempunyai kebiasaan menggigit ujung pulpen di sela pekerjaannya.
"Akhirnya aku bisa menjadi istrimu, Daren. Akhirnya cinta yang telah lama aku simpan bahkan bermaksud untuk aku kubur dalam-dalam mendapatkan titik terangnya. Aku akan seutuhnya memilikimu," ucap Cecil bahagia.
Dia membayangkan hidup bahagia bersama pria yang sejak lama menghuni ruang hatinya. Daren dan dirinya akan mengucap janji perkawinan di depan altar dan di depan semua orang.
Di sana semua orang akan menyaksikan kebahagiaannya. Seisi dunia akan menjadi saksi cinta mereka. Cecil tersenyum sendiri membayangkan hal bahagia itu.
"Permisi, Nona," sapa seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"Lena, ada apa?" tanyanya meninggalkan lamunan dan khayalannya.
"Ini yang Anda minta, Nona," ucap Lena menyerahkan tumpukan berkas pada Cecil.
"Oh, iya. Terima kasih," ucapnya menerima berkas dari Lena, sekretarisnya. "O ya, Len," panggilnya saat sekretaris itu hendak pergi.
"Iya, Nona." Lena kembali mendekat pada Cecil.
"Dalam beberapa hari ini aku akan cuti dan tidak akan mengurusi pekerjaan, tapi tolong kamu handel semua yang berkaitan dengan pekerjaanku!" pintanya dengan nada lembut.
"Pasti, Nona. Itu sudah menjadi tugas saya," sahut Lena dengan senyum patuh.
"Yah, memang itu tugasmu. Aku akan usahakan tidak cuti terlalu panjang. Lagi pula kantor pusat juga akan membutuhkan laporan dari kita," ucapnya berpikir dua kali bila akan mengambil cuti panjang.
Pekerjaan yang menumpuk dan terlalu sibuk tidak mungkin akan ditinggalkan terlalu lama. Bisa-bisa saat masuk kerja, kepalanya bisa pecah karena tumpukan berkas yang banyak.
"Anda jangan khawatir, Nona Cecil. Aku akan menyelesaikan semua laporan. Saat Anda masuk kerja nanti, aku pastikan semua sudah selesai dan Anda tinggal mengirim laporan itu ke kantor pusat. Sebaiknya Anda fokus pada rencana pernikahan saja!" ucap Lena bijaksana.
"Terima kasih, Lena. Kamu memang orang yang paling mengerti. Ingat, jangan panggil aku nona bila kita hanya berdua saja!" pinta Cecil.
"Ini kantor, bukan tempat umum. Bagaimanapun kita harus menjaga etika dalam bekerja," ucap Lena sedikit santai.
"Okelah, terserah kamu saja. Aku hanya ingin menikmati hariku. Aku tidak ingin kehilangan sahabat dan teman sepertimu."
Lena memang teman satu-satunya yang dekat dengan Cecil. Sikap Cecil yang sedikit tertutup dan pendiam membuat dirinya susah mendapatkan teman. Sebenarnya bukan sombong atau angkuh. Dia hanya tidak bisa membuka dan membuat percakapan saja.
Dulunya dia bukanlah orang yang tertutup dan pendiam. Sejak hatinya tersakiti oleh Daren dan Amara, Cecil menjadi menutup diri.
Setelah Lena meninggalkan ruangannya, Cecil kembali teringat pada Amara. Dia kembali teringat ucapan Daren tentang sahabatnya itu.
"Amara, apa benar dia sudah meninggal? Kenapa setiap aku bertanya tentang Amara, sikap Daren selalu berubah dingin bahkan marah? Apa sebenarnya yang terjadi?"
Lagi, Cecil ingin tau tentang Amara. Tentang penyebab kematiannya. Wanita itu memutar otaknya mencari cara agar dia bisa tau informasi tentang Amara.
"Carley, ya. Hanya orang itu yang bisa memberiku informasi tentang mantan istri Daren. Aku yakin dia tau semuanya," ucap Cecil seolah mendapat titik terang.
Tanpa menunggu lama dan berpikir dua kali, Cecil mengambil ponselnya dan menekan nomor asisten pribadi Daren.
Tut ... tut ... tut ....
Terhubung namun tidak ada jawaban dari Carley. Telepon Cecil tidak direspon oleh pria itu.
"Aku akan menghubunginya lagi nanti. Hanya dia yang bisa memberiku informasi." Cecil meletakkan kembali ponselnya.
Dia kembali meneruskan pekerjaannya. Cecil tipe wanita yang ulet dan sabar dalam bekerja. Makanya dia mempunyai posisi yang bagus dalam karirnya.
Tidak lama ponsel miliknya berdering. Dengan cepat disambarnya.
"Carley," ucapnya setelah melihat nama pada layar ponselnya.
"Halo, Cecil. Apakah kamu menghubungiku tadi?" Suara Carley terdengar renyah.
Dari suaranya saja dapat dipastikan bahwa pria itu mempunyai wajah yang tampan dan sikap sabar.
"Ya, aku menghubungimu. Apakah kamu sibuk?"
"Lumayan. Apakah ada yang bisa aku lakukan untukmu?" Carley merasa Cecil membutuhkan dirinya.
"Bisakah kita bertemu?" tanya Cecil sedikit ragu.
"Untuk apa? Tumben sekali?" Carley merasa ini aneh.
"Ah, tidak. Aku tidak punya maksud apa-apa. Aku hanya ingin ngobrol saja denganmu. Aku hanya ingin sharing tentang pernikahanku dengan Daren," ucap Cecil mencari alasan yang tepat.
"Kenapa tidak kamu bicarakan saja dengannya? Aku rasa itu akan lebih baik," ucap Carley.
Cecil tau perkataan Carley bukan tidak ada tujuan. Pria itu menolaknya secara halus. Mungkin dia merasa tidak enak hati pada Daren. Bagaimanapun dia harus menjaga agar bosnya itu tidak salah paham.
"Apa kamu tidak bisa menemui aku, Carley?" tanya Cecil meyakinkan jawabannya.
"Akan aku usahakan. Di mana kita mau bertemu?" Akhirnya Carley mengalah.
"Makan siang nanti aku tunggu di restauran tempat biasa aku dan Daren makan."
"Jangan, jangan di sana. Nanti aku akan menjemputmu saja pulang kerja. Siang ini aku dan Daren akan pergi menemui klien perusahaan. Apa kamu keberatan bila kita bertemu pulang kerja?" Suara Carley terdengar ragu.
"Oh, tidak. Aku akan menunggumu. Terima kasih, Carley," ucap Cecil mengakhiri perbincangannya dengan asisten Daren.
Ada rasa puas saat mengetahui Carley mau menemuinya, meski di belum tau apakah pria itu mau memberitahu tentang Amara. Cecil merasa asisten calon suaminya itu orang yang sangat menjaga bosnya.
Sepulang kerja, Cecil tidak buru-buru karena dia menunggu Carley untuk menjemputnya. Gadis itu duduk dengan santai dan sudah siap bila pria itu datang.
Suara pintu di ketuk oleh seseorang. Dengan cepat Cecil bangkit dari duduknya.
"Itu pasti Carley," ucapnya sembari bangkit dari duduknya.
Langkah dan senyumnya penuh semangat. Dia berharap akan menemukan jawaban atas rasa penasarannya.
Tangannya yang lembut meraih handel pintu dan langsung membukanya dengan senyuman. Senyumnya tiba-tiba menghilang saat pintu telah terbuka lebar.
Sosok yang berdiri di depan pintu membuat jantungnya berdetak sangat cepat. Bahkan jantung itu hampir copot dari tangkainya. Aliran darahnya mengalir sangat deras. Kakinya terasa lemah.
"Halo, Cecil," sapa orang itu dengan ramah dan senyum merekah.
"Hay," sahutnya dengan suara lembut penuh rasa gugup.
Baca juga
MOMMY
JANDA PERAWAN
PESONA ADIK IPAR
