Bab 3
Barra berjalan menghampiri kerumunan yang menghalangi wanita itu. Dia baru mengambil dua langkah ketika dia melihat dua anak berusia lima atau enam tahun di sisi wanita itu. Tidak, wanita itu tidak mungkin Binar, dia mungkin hanya salah melihat atau menduganya..Wanita itu telah dengan kejam meninggalkan anak itu, dan dia telah pergi dengan sangat tegas pada saat itu. Tidak mungkin baginya untuk kembali. Dan yang harus dia lakukan sekarang adalah menemukan anak itu sesegera mungkin, daripada membuang terlalu banyak waktu untuk wanita asing.
Pada saat ini, tangan kanan Bara, Steve, datang untuk melapor. "Tuan, waktu Andat tersisa satu jam lagi, Anda masih memiliki laporan kerja."
"Tunda semua pekerjaan itu!" Barra memerintahkan dengan suara dingin.
Steve berkata dengan hormat, "Oke."
"Tuan, Nona Kecil tidak jauh. Orang-orang kita telah memperluas pencarian mereka. Jangan terlalu khawatir." Steve mengatakannya dengan tenang.
Nona kecil itu adalah cahaya untuk Barra. Biasanya, dia akan memegangnya tangannya sangat erat karena takut dia akan jatuh. Sekarang setelah dia pergi, Tuan Muda Barra merasa cemas luar biasa. Baginya anaknya itu adalah yang paling berharga, kerja sama yang bernilai ratusan milirian itu tidak lagi penting. Dengan ekspresi muram, Barra berjalan dengan khidmat menuju Maybach hitam di sisi jalan.
Tak lama mobil milik Barra menjauh dari bandara.
...
Pada saat yang sama, Binar masih menunggu sahabatnya, Tyas.
Langit dan Bumi memperhatikan wajah maminya yang pucat pasi, mereka juga memperhatikan bahwa maminya sedikit aneh. Kenapa Mami mereka seperti ketakutan dan langsung meraih lengan keduanya? Ada yang aneh! Mereka harus segera mencari tahu.
"Tyas.." Binar akhirnya melihat sahabatnya, jadi dia melambaikan tangannya di depannya.
Tyas adalah sahabatnya, dan dia juga seorang dokter sekarang. Dia bekerja di rumah sakit milik keluarganya.
"Ah, Binar, Bumi, Langit..." Tyas berlari ke arah mereka bertiga.
"Maaf, aku terlambat. Ada kemacetan di jalan," kata Tyas mesra sambil memeluk lengan Binar.
"Tidak masalah. Kami baru saja tiba," kata Binar sambil tersenyum.
Kedua Mata Tyas tak terlepas melihat dua bocah kembar itu dan dia memperhatikan wajahnya yang terlihat tampan dan menggemaskan. Jadi dia berjongkok dan memegang mereka di lengannya. "Apakah kamu merindukan Mommy cantikmu?"
Bumi berkata, "Tentu saja, kami sangat merindukanmu."
Langit pun menimpali, "Tante Tyas, kamu tampaknya lebih cantik."
"Ucapan kalian sangat mabis, apa bibir kalian berdua itu mengandung madu, kan?" Kata Tyas sambil tersenyum. "Ayo pergi. Ikuti Mommy cantik kalian!"
Empat puluh menit kemudian, Tyas memarkir mobilnya di depan area vila yang ada disekitar Jakarta. Binar telah memintanya untuk mencarinya beberapa hari yang lalu.
"Wow, tempatnya sangat nyaman, aku suka di sini" kata Binar kepada sahabatnya.
Tyas mengangkat alisnya dan berkata dengan bangga, "Pemilik rumah ini sudah pindah ke luar negeri dan ini pun tak lama diswwakan dan aku langsung membayarnya. Aku beruntung. Dan yang paling penting adalah tempat ini sangat dekat dengan rumahku. Kita bisa sering mengunjungi satu sama lain di masa depan."
"Terima kasih, Tyas. Maaf aku merepotkanmu lagi, aku tidak punya teman lagi selain kamu,” ucap Binar.
Tyas tertawa. “Aku suka kalau kamu mengandalkanku."
Binar tersenyum, dia melihat jam di arloji tangannya. “Ah, sudah waktunya makan malam! Anak-anak, ayo kita ke luar, kita akan makan malam yang enak, kalian pasti ingin menikmati makanan khas Indonesia, di sini jauh lebih enak.”
Langit dan Bumi mendengar bahwa ada sesuatu yang enak untuk dimakan, mata mereka berbinar dan keduanya semua sangat bahagia. Keduanya tanpa diperintah langsung berlari ke luar dengan semangat.
Binar tahu bahwa kedua putranya sedikit lapar, jadi dia melepas sepatu hak tingginya dan mengikuti mereka keluar.
Setelah Binar dan lainnya tiba di tempat parkir sebuah restoran dan melaju ke tempat parkir.Tiba-tiba, seorang gadis kecil berlari keluar dari depan dan tepat berada di depan mobilnya. Ini membuatnya takut dan dia buru-buru menginjak rem. Kemudian mereka pun dengan cepat keluar dari mobil dan melihat seorang gadis kecil yang terjatuh di depan mobil.
Binar bertanya dengan tergesa-gesa, "Nak, apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu terluka? Apakah kamu merasa sakit?" Wanita itu melihat dengan teliti dan tidak melihat ada luka sedikit pun. Anak kecil ini sangat lucu, batinnya.
Fitur wajah gadis kecil ini sangat indah, kulitnya putih, matanya besar, hidungnya kecil, dan dia mengenakan gaun putri merah muda-ungu. Rambutnya indah dan memakai bando pink yang imut. Kemudian, gadis kecil itu perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Binar dengan rasa takut dan juga hati-hati, kedua matanya pun seperti ingin menangis. Gadis kecil itu menggeleng lemah dan menunduk lagi.
"Jangan takut. Kami bukan orang jahat." Binar menghibur gadis kecil itu sambil tersenyum. Melihat ekspresi sedih gadis kecil itu, dia merasa sedikit terluka, dia menatapnya lembut.
Binar melihat sekeliling, tetapi tidak ada satu orang pun. "Kenapa kamu di sini sendirian? Di mana keluargamu?"
Gadis kecil itu memeluk boneka itu di tangannya dan tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya terus menggelengkan kepalanya terus menerus.
Binar tidak tahu apa yang harus dia katakan karena anak itu tidak mengatakan sepatah kata pun, dan tidak ada cara bagi mereka untuk melanjutkan percakapan mereka.
Pada saat ini, Bumi mencondongkan tubuh dan berbisik di telinga Binar, "Mami, anak ini sangat imut. Dia hanya tidak berbicara."
"Dia tidak bisa bisu, kan?" tanya Langit menambahkan.
