Bab 5
Barra memandang Chelsea yang sedang menangis. Dia bahkan lebih kesal, tetapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Lagi pula, dia tidak punya bukti. Dan yang paling penting adalah menemukan Summer sesegera mungkin.
Dia memiringkan kepalanya untuk melihat Steve, yang sedang menunggunya, dan bertanya, "Apakah ada balasan dari kantor polisi?"
"Belum, Tuan." Steve menjawab dengan ekspresi serius. Kemudian dia melirik Barra dan bertanya dengan nada khawatir, "Mungkinkah seseorang menangkap nona kecil itu?"
Nona Summer adalah matahari dan harta yang paling berharga bagi Barra Atmadja.
Tuan Muda Barra sangat terkenal dan juga pintar di dunia bisnis, dan statusnya sangat tinggi. Tidak dapat dihindari bahwa dia akan menjadi sasaran beberapa musuh, dan dia hampir diculik.
Mendengar itu, Barra segera memerintahkan, "Kirim lebih banyak orang untuk segera mencari Summer! Kita harus menemukannya secepat mungkin!"
"Baik, Tuan!" Barra menjawab dengan hormat.
Tak lama kemudian, ponsel Barra berdering. Dia tidak peduli dan hanya khawatir tentang keselamatan Summer. Dia tidak punya mood untuk menjawab telepon. Jadi dia mengabaikan panggilan telepon yang masuk, namun tak lama kemudian, telepon berdering lagi. Kali ini, dia melihatnya dengan cermat. Itu adalah nomor yang tidak dikenal.Dia mengambilnya dengan tatapan serius.
Suara seorang wanita terdengar jelas. "Halo."
‘Suara ini... “ Barra bermonolog dalam hati.
Pria itu menyipitkan matanya sedikit dan suara wanita ini terdengar seperti suara Binar. Sosok yang dilihatnya di bandara hari ini muncul di benaknya.
"Halo, bolehkah saya bertanya apakah Anda bisa mendengar saya?" tanya suara wanita itu lagi.
Barra menenangkan diri, lalu dengan sengaja merendahkan suaranya dan menjawab singkat, "Ya."
Binar tidak menyadari siapa suara pria yang saat ini sedang dia hubungi. Ketika dia mendengar jawaban seseorang, dia berkata, "Halo, begini. Saya bertemu dengan seorang gadis kecil di jalan hari ini. Dia sepertinya kehilangan keluarganya. Dia memberi saya nomor ini.. Anda adalah ayahny, kan? Apakah Anda punya waktu sekarang? Datang lah segera untuk menjemput anak Anda."
Suara Binar memasuki telinga Barra dengan lebih jelas. Wajah Barra berubah jadi muram. Dia yakin bahwa dia telah mendengarnya dengan benar.
Itu dia! Binar Mentari!
Dia benar-benar kembali!
Emosi Barra meledak di hatinya, dan wajahnya sedingin es.
Setelah menahan emosinya sebentar, dia dengan sengaja merendahkan suaranya dan bertanya, "Di mana alamatnya?"
Binar tidak merasakan ada yang aneh. Dia melanjutkan, "Ini Restoran rumah makan Padang yang ada di Jakarta Pusat, nanti saya kirim maps-nya."
"Saya akan segera ke sana."
Begitu dia selesai berbicara, Barra menutup telepon dan berjalan keluar dari pintu dengan langkah tergesa-gesa, hatinya resah dan Steve mengikuti dari belakang.
Pada saat yang sama, Binar melihat telepon yang telah ditutup dan merasa sedikit gugup. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Suara pria itu sangat pelan tadi, tapi sedikit familiar. Tapi dia tidak banyak bicara, jadi dia tidak menyadari siapa pria tadi yang bicara dengannya lewat telepon. Saat Binar masih bingung, Bumi berlari dan menarik lengan bajunya. "Mami, kami lapar."
"Mami juga lapar. Bumi, ayo makan malam dulu. Kita akan mengembalikan gadis kecil ini nanti saat orang tuanya datang." Wanita itu mengesampingkan pikiran aneh itu untuk sementara waktu dan mengangguk setuju permintaan Bumi.
Kemudian Binar berbalik dan bertanya kepada gadis kecil di sampingnya, "Ayahmu akan segera menjemputmu. Sekarang kita makan bersama, ya! Kamu suka dengan makanan Padang, kan? Setelah kita selesai makan, nanti ayahmu pasti datang dan membawamu pulang.”
Gadis kecil itu tak menjawab, dia hanya menatap Binar seolah tersirat rasa khawatir, gadis kecil itu tampak ragu-ragu.
"Apakah kamu tidak ingin memasuki restoran untuk makan? Kamu sudah kenyang?” tanya Binar tersenyum lembut.
Gadis kecil itu tak menjawab lagi.
"Kalau begitu Tante akan tetap di sini untuk menemanimu, bagaimana?"
Bumi menyentuh perut kecilnya dan segera berjalan ke arah gadis kecil itu. "Adik, kami benar-benar bukan orang jahat. Orang jahat tidak akan mengajakmu makan makanan enak. Ayo, ikut dengan kami untuk makan dulu, oke?"
“Makanan Padang enak semua, kalau kamu mau ice cream nanti Tante belikan, bagaimana? Ada ayam goreng juga, kamu mau makan bersama kami?” tanya Binar, ekspresinnya dibuat lucu untuk menarik perhatian gadis kecil itu.
Gadis kecil itu tampak tersenyum ketika mendengar suara dari Bumi. Dia berjalan di belakang Binar dan mengulurkan tangan untuk memegang ujung pakaian Binar. Dia merasa senang dengan Binar, entah kenapa hatinya terasa hangat.
Binar juga merasa akrab dengan gadis kecil itu, jadi dia mengambil kesempatan untuk memegang tangan gadis kecil itu. Binar merasa bagian hatinya yang hilang kenapa mendadak utuh saat bersama gadis kecil itu?
Di satu sisi, Langit tidak bisa menahan tawa. "Bumi, kamu itu sok dewasa. Gadis kecil itu selalu sangat waspada terhadap kita, tapi dia sangat dekat denganmu, apa kamu bisa dikatakan tua?”
Restoran Padang Pagi Sore adalah restoran makanan khas Padang yang sangat terkenal di Jakarta. Rasanya sangat enak, meski harganya mahal, tapi banyak orang yang selalu makan di sini.
Binar merasa terluka lagi saat melihat gadis kecil itu makan dengan lahap, awalnya gadis kecil itu tidak mau menyentuh makanannya. Tapi kedua putra kemnbarnya dengan sigap mengambilkan ayam dan menyuapinnya dengan telaten. Binar melihat kedua anaknya itu sedang menjaga adik perempuannya dengan baik dan menyayanginya. Tanpa sadar Binar pun mengulas senyum, namun telinganya pun mendengar percakapan dari sebrang mejanya, suara itu sangat jelas.
“Apa kamu mendengar bahwa putri Tuan Barra hilang?"
"Ya, keluarga Atmadja mengirim banyak orang untuk mencari keberadaan anaknya Tuan Barra, tetapi mereka tidak menemukannya."
"Apakah menurutmu dia telah diculik?"
"Apakah kamu ingin mati? Beraninya kamu menculik putri dari Barra Atmadja? Anak perempuannya itu adalah hartanya dan juga nyawanya, kalau berani sama artinya cari mati!"
sendok di tangan Binar berhenti sejenak, dan kemudian dia mengingat pria itu, Barra ...
Orang-orang di sebelahi sebelah masih berbicara. "Tuan Barra Atmadja sangat menyayanginya. Aku baru saja mendengar bahwa anaknya itu bisu. Dia tidak pernah berbicara."
Binar terkejut. ‘Bisu?’ tanyanya dalam hati.
Dia berbalik sedikit untuk melihat gadis kecil di sampingnya ...
