Bab 2

“Jangan terlalu lama berpikir! Aku butuh cepat jawabanmu. Aku berjanji tidak akan mengikat hubungan ini. Aku hanya butuh anak. Setelah melahirkan, kau boleh pergi. Jadi, kita akan membuat kontrak pernikahan.” Begitu ujar Tuan Nelson setelah Bella meminta waktu untuk berpikir.

Gadis itu memang sangat membutuhkan uang untuk membayar semua hutang ayahnya serta membiayai perawatan ibunya yang sedang sakit parah dan harus segera dioperasi. Bekerja di Paradise Team, tidak cukup untuk membayar itu semua. Belum lagi gajinya yang harus dibagi dua dengan perusahaan.

Akhirnya tanpa pikir panjang, Bella menerima tawaran Tuan Nelson. Tentu itu semua demi uang. “Aku menerima tawaran Tuan.

Pria tersebut tersenyum dan berkata, “Aku akan mempersiapkan pesta kita yang dilangsungkan hari ini juga.”

Bella tercengang tidak percaya. Ia baru saja bekerja dirumah majikan barunya, tapi sebentar lagi akan menjadi pengantin mempelai wanita.

Nelson Ramos, putera sematawayang dari Ramos Wilson adalah pewaris takhta tunggal yang memiliki banyak perusahaan di negara A tersebut. Ayahnya yang sudah sangat tua menginginkan kehadiran seorang cucu. Sebab, Dokter telah memvonis usianya sudah tidak lama lagi karena penyakit kanker stadium akhir. Hal itu membuat Tuan Ramos terus mendesak puteranya untuk segera menikah. Karena takut akan ancaman bunuh diri dari ayahnya, maka Nelson tidak punya pilihan lain selain menikahi Bella, gadis yang baru saja menjadi pembantu dirumahnya.

Maka hari pertama Bella bekerja, ia juga menjadi istri majikannya.


Tok..tok..tok!!

Pintu kamar Bella diketuk seseorang. Ia bangkit dari tidur setelah tubuhnya pertama kali dijamah oleh Tuan Nelson. Badannya terasa remuk, tapi ia harus berjalan untuk membuka pintu.

Ceklek!

Disana berdiri seorang wanita dewasa dengan perawakan besar. Ia tersenyum ke arah Bella. "Selamat malam, Nona. Aku Bibi Jane, asisten wanita dari Tuan Ramos.”

Gadis itu tersenyum dengan menyapa Bibi Jane. "Hai, Bibi."

"Kau di undang oleh Tuan Ramos untuk menemuinya di ruang tamu sekarang juga. Beliau sudah menunggu menantu barunya."

Dengan wajah tercengang Bella menjawab, "Baik lah, Bibi. Aku akan segera kesana."

Bibi Jane pergi lebih dulu. Sementara Bella dengan gugup merapikan penampilannya dengan bercermin. Ini kali pertamanya bertemu dengan mertuanya.

Bella sampai di ruang tamu dengan dinding dan perabot yang berwarna gold. Di sana sudah dua orang pengawal pria yang tengah berjaga. Di kursi roda, lelaki tua yang tidak berambut sedang duduk. Di sebelahnya, berdiri seorang asisten wanitanya yang tadi menjemput Bella.

Melihat Bella berdiri disana, Bibi Jane segera berbisik pada majikannya. "Tuan, Nona muda sudah berada di dekat kita.”

"Panggil dia untuk duduk di dekatku. Aku tidak sabar melihat menantuku," ujar Tuan Ramos dengan girang. Matanya sudah tua untuk melihat jarak pandang yang jauh.

"Kemari lah, Nona!" kata Bibi Jane pada Bella.

Gadis itu segera berjalan dengan pelan dan mengambil duduk di sofa, tepat di sebelah Tuan Ramos.

Lelaki tua itu memakai kacamatanya agar wajah menantunya itu bisa terlihat jelas. "Ternyata menantuku sangat cantik. Puteraku memang tidak salah memilih wanita," puji Tuan Ramos pada menantu barunya.

Kedua pipi Bella memerah karena malu di puji oleh mertuanya. "Terimakasih, Tuan."

"Agar lebih akrab, panggil aku ayah seperti suamimu memanggilku."

Dengan ragu tetapi jelas Bella menjawab, "Baik, Ayah."

Tuan Ramos tidak berhenti tersenyum. Ia banyak menceritakan perihal putera sematawayangnya itu pada Bella. "Padahal kemarin dia baru saja mengatakan padaku bahwa dia tidak memiliki kekasih. Tapi hari ini gadis yang dinikahinya sangat cantik.”

Bella hanya bisa tersenyum dan kadang menundukkan kepalanya setiap kali mertuanya itu bercerita.

"Jadi, sudah berapa lama kalian memiliki hubungan sampai akhirnya ke jenjang pernikahan ini? Anak ku itu terlalu sibuk dengan perusahaannya, jadi tidak sempat bercerita banyak padaku, apalagi soal wanita."

Mendengar pertanyaan Tuan Ramos, Bella berpikir sejenak. Ia bingung, jawaban apa yang harus diberikannya pada mertuanya ini. Sebab, baru hari ini ia bertemu dengan Tuan Nelson.

Namun, untung saja perhatian Tuan Ramos teralihkan ketika suara seorang gadis menyapanya dengan ceria. Jadi, Bella bisa selamat dari pertanyaan tersebut.

"Hai Paman Ramos! I miss you so much."

Tuan Ramos melihat ke arah sumber suara. Gadis yang berperawakan tinggi semampai telah berdiri dihadapannya. Tanpa segan, gadis itu mencium pipi kanan dan kiri Tuan Ramos.

"Hai Rosie. Apakah kau libur?" tanya lelaki tua itu.

Gadis tersebut mengambil duduk seraya menjawab, "Ya. Demi sahabat kecil ku, aku rela bolos untuk menghadiri pernikahannya. Walau pun acara sudah selesai."

"Kau baik sekali. Pasti melelahkan ya perjalanan dari negara Z ke A ini?"

"Benar, Paman. Sangat melelahkan," jawabnya sambil melepaskan kacamata hitamnya.

Ia lalu melirik ke arah Bella dengan tatapan sinis. "Dia siapa, Paman?"

"Apakah kau tidak tahu? Dia adalah Bella, istri Nelson."

"Oh jadi kau perempuan yang dinikahi oleh sahabatku?" tanya gadis yang bernama Rosie tersebut.

Bella menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

Rosie melirik Bella dari ujung kaki sampai kepala, dengan tatapan mata yang menjijikkan. "Mengapa selera Nelson sangat rendahan sekali."

Perkataan Rosie tersebut membuat senyum Bella memudar.

"Kau ini ada-ada saja, Rosie. Bagaimanapun juga, dia adalah gadis pilihan puteraku. Sudah pasti sesuai dengan seleranya. Dia cantik bukan?". Tuan Ramos mencairkan suasana dengan memuji menantunya. Namun, tetap saja Rosie tidak menyukai Bella.

Kemudian Bibi Jane mendekati Tuan Ramos. "Maaf, Tuan. Satu jam lagi adalah waktu istirahat Tuan. Mari kita pulang."

Tuan Ramos menghela napasnya dengan gusar. "Menantuku, padahal aku masih ingin bercerita banyak padamu. Tapi kesehatanku yang lebih utama. Maklum, aku baru pertama kali memiliki menantu. Jadi, rasanya bahagia sekali.”

"Iya ayah tidak apa-apa. Ayah istirahat saja," balas Bella dengan sopan.

Tuan Ramos tersenyum. "Kau memang menantu idamanku. Dari tutur katamu yang lembut dan badanmu yang membungkuk ketika berbicara kepada orang tua membuatku kagum padamu."

Mendengar itu, Rosie semakin tidak menyukai Bella.

"Baiklah. Aku akan pulang ke rumahku. Jangan lupa cepat beri aku cucu ya," ujar Tuan Nelson. Kemudian Bibi Jane mendorong kursi roda yang diduduki Tuan Ramos.

Kini di ruang tamu yang megah ini, tinggal lah Rosie dan Bella. Berulang kali Bella tersenyum semanis mungkin kepada Rosie. Namun, gadis bermata biru itu malah membalasnya dengan menatap sinis.

Rosie melirik Bella dengan jijik. "Kau sangat tidak fashionable sekali. Gayamu kampungan!"

"Hei, jaga bicaramu!" sahut seorang pria. Rosie terkejut melihatnya.

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya