Bab 5
Nelson tetap berjalan keluar sambil menggandeng tangan istrinya. Ia tidak mengindahkan perintah dari Nyonya Watson. Bagaimana mungkin ia menceraikan Bella, karena kontrak pernikahan sudah mereka tanda tangani. Sebagai pebisnis sejati, Nelson tidak pernah mengkhianati kliennya. Ia selalu menepati janji.
“Maaf, Tuan. Apakah sebaiknya kita akhiri saja kontrak pernikahan ini?” Bella menggigit bibir bawahnya. Mentalnya sungguh tidak kuat melanjuti peran sebagai istri dari Tuan Nelson, si pewaris takhta keluarga Watson. Segala penghinaan yang mereka berikan kepada Bella membuat gadis itu merasa tertekan.
Nelson menyalakan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan hotel mewah itu. Ia melirik sekilas ke arah Bella.” Tidak. Aku tidak akan memutuskan kontrak kita. Sebab, aku sudah menggauli tubuhmu. Bagaimana jika benihku tumbuh di rahimmu?”
Bella berdehem. Dengan sangat hati-hati ia berkata, “Kita melakukannya baru sekali, Tuan. Mungkin saja tidak terjadi pembuahan.”
“Kau mengerti kata ‘tidak’, kan?” Nelson memberikan pertanyaan yang menohok bagi Bella. Melihat wajah datarnya, Bella langsung menjawab dengan cepat. “Maafkan aku, Tuan.”
“Aku tahu kau merasa takut setelah kejadian tadi. Aku paham. Tapi kau tenang saja, dengan semampuku aku akan melindungimu dari keluargaku.” Nelson meyakinkan Bella.
Nelson melanjutkan kalimatnya lagi. “Keluargaku memang seperti itu, untung saja ayahku berbeda dari mereka. Ini kalau bukan desakan dari ayahku untuk segera menikah dengan wanita pilihanku, aku tidak akan menikahimu.”
“Aku tidak punya wanita pilihan. Bagiku, memiliki seorang kekasih itu repot. Hanya menjadi pengganggu dalam karirku.”
“Tapi, Tuan bisa menerima perjodohan dengan gadis yang Nyoya Watson sebutkan tadi,” ujar Bella dengan pelan.
“Tidak! Aku tidak akan mau menikahinya meskipun dia seorang puteri yang disanjung-sanjung. Dia bukan gadis baik-baik. Aku adalah teman sekelasnya ketika kami sama-sama kuliah di negara Z. Dia dengan murah tidur dengan berbagai pria,” jawab Nelson.
Setelah itu, tidak ada percakapan di antara mereka. Hingga mobi berhenti di rumah mewah Nelson.
“Bersihkan tubuhmu dan bersiap-siaplah. Nanti aku akan menyusul ke kamar,” pinta Nelson pada Bella sembari membuka pintu mobil.
Bella tidak mengerti mengapa suaminya menyuruhnya untuk mandi dan bersiap-siap. “Maaf, Tuan. Memangnya kita akan kemana lagi?”
Nelson menatap mata Bella dengan dingin. “Bercinta di kamar. Kita harus rajin melakukannya.”
Sontak gadis yang memiliki nama lengkap Arabella itu terkejut. Ia membulatkan matanya. “Siang-siang begini, Tuan?”
“Mengapa? Mulai sore nanti aku harus ke kantor dan mengadakan pertemuan hingga lembur. Tidak ada waktu bagiku ketika malam hari.” Nelson menjawab pertanyaan Bella sembari berjalan masuk menuju rumah.
Dengan langkah pelan Bella mengikuti Nelson. Pria itu berkata, “Oh ya, aku sudah mencari pembantu pengganti untukmu. Besok dia akan mulai bekerja disini. Jadi untuk sementara, kau yang membersihkan rumah ini sebelum dia bekerja.”
Bella menganggukkan kepalanya. “Baik, Tuan.”
Nelson menempelkan bokongnya disebuah sofa empuk. Melihat Bella yang masih berdiri di depannya dengan posisi tertunduk, pria itu menegurnya. “Hei? Cepatlah bersihkan dirimu. Aku akan menyusul 5 menit lagi ke kamar.”
Bella dengan cepat berjalan memasuki kamar. Kini, seluruh tubuhnya bergemetar hebat. Ia bingung harus melakukan apa. Berulang kali gadis itu menarik napasnya. Ia berdiri di depan cermin kamar mandi dan melihat dirinya dari cermin tersebut. Hatinya berucap, “Tenanglah Bella, kau pasti bisa melakukannya. Ini demi uang!”
Kata-kata motivasi dari dirinya sendiri membuat ia mulai mandi da memakai wangi-wangian untuk menyambut suaminya. Siang ini mereka akan bercinta untuk yang kedua kalinya. Setelah malam pertama yang singkat dan menyakitkan bagi Bella.
Ceklek!
Pintu kamar terbuka. Nelson muncul dan masuk ke dalam kamar. Sementara Bella baru saja selesai mandi. Bahkan ia masih mengenakan handuk.
Nelson membuka bajunya dan hanya mengenakan celana dalam. Ia mendekati Bella. Bibir Bella bergemetar. “Tuan, aku masih mengenakan handuk. Bisakah beri aku waktu untuk mengenakan pakaian?”
Nelson menggelengkan kepalanya. “Tidak. Begini saja.”
Gadis itu pasrah. Ia memejamkan matanya sambil mencengkram kuat handuknya yang hampir saja terlepas. Namun, dengan sengaja Nelson menarik paksa handuk Bella hingga benar-benar terlepas. Kedua tangan gadis itu spontan menutupi bagian bawah dan atas tubuhnya. Nelson menarik Bella untuk kepelukannya. Tangannya yang kekar membelai lembut wajah Bella sampai ke area yang sensitif. “Aku akan melakukannya dengan pelan. Jangan tegang lagi.”
Gadis itu memejamkan matanya. Ia mencoba untuk rileks.
Cup!
Sebuah kecupan dari Nelson mendarat di bibir Bella. Mata Bella terbuka, dan keduanya saling menatap lama. Iris mata Nelson sangat menarik bagi Bella. Warnanya abu-abu mendamaikan. Gadis itu lama tenggelam dalam tatapan Nelson, hingga ia baru menyadari jika pria itu tengah melumat bibirnya.
Bella awalnya sedikit ada penolakan, tapi lama-lama ia menikmatinya. Bahkan, membalas kecupan Nelson tanpa ia sadari. Gadis itu benar-benar sudah terangsang ketika tubuh mungilnya dibawa oleh Nelson ke atas ranjang. Tak sehelai benangpun yang melekat di tubuh keduanya. Mereka pun menggila disana.
Ting! Ting!
Bel pintu berbunyi dengan keras berulang kali. Bella menyadarinya, dengan tubuh yang masih terguncang ia berkata, “T-tuan, A-da t-tamu.”
Nelson tak mengindahkan ucapan Bella, ia terus fokus pada permainan itu. Dari suara desahan napasnya yang memburu menandakan bahwa pria itu sangat menikmatinya. Hingga ketika ia telah mencapai klimaksnya, Nelson berhenti menggoyangkan pinggulnya dan turun dari badan Bella. Ia telentang dengan napas yang tersengal-sengal. Keringatnya bercucuran di sekujur kulit putihnya.
Gadis itu dengan cepat mengenakan pakaiannya dan membersihkan cairan putih yang tidak sengaja terkena sprei mereka.
“Kau buka kan pintu tamu itu,” perintah Nelson masih telentang tanpa sehelai benangpun.
“Baik, Tuan.” Seteleah memastikan penampilannya rapi, gadis itu bergegas ke ruang utama untuk membuka pintu yang sengaja Nelson kunci dari dalam.
Ceklek!
Di luar, sedang berdiri 3 orang wanita yang masih mengenakan gaun pertemuan keluarga tadi. Mereka adaah Bibi Shane dan kedua puteri kembarnya, Rane dan Rana.
“Kenapa lama sekali membuka kan pintu untukku?” tanya Bibi Shane dengan wajah yang sama sekali tidak menandakan keramahan pada Bella.
Gadis itu menjawab dengan sedikit tergagap. “M-maaf Bibi, kami tertidur.”
Wanita paruh baya itu langsung masuk ke dalam rumah diikuti dua puteri kembarnya. Ketiganya dengan kompak melipatkan tangan di atas dada. Mata Bibi Shane melihat ke sekitar. “Lama tidak mampir ke istana ponakanku ini. Masih sama seperti dulu. Tapi, terlihat sangat tidak rapi padahal dia sudah memiliki istri.”
Bella tertunduk. Ia menyadari memang belum membersihkan rumah ini sejak tadi pagi. Karena, Nelson menyuruhnya untuk cepat bersiap-siap ke acara pertemuan keluarga. Setelah pulang dari situ, suaminya itu mengajaknya untuk bercinta. Jadi, Bella belum mempunyai waktu untuk beberes rumah.
Suara Nelson terdengar dari ruang tamu. Pria itu sudah rapi dengan mengenakan setelan jas dan menenteng tas kantor. “Honey, aku akan berangkat ke kantor.”
Netranya menangkap Bibi Shane dan kedua sepupunya. “Bibi? Aku tidak tahu Bibi akan datan kerumah.”
“Iya ponakanku, aku ingin mampir dan menginap disini selama dua hari.” Bibi Shane menjawab pertanyaan Nelson.
“Baiklah kalau begitu, Bella akan memberi tahu kamarmu dan juga kedua sepupu kembarku,” ujar Nelson.
“Ah , satu hal lagi. Maaf Bibi jika istanaku ini terlihat berantakan, maklum saja aku dan Bella masih pengantin baru. Lagi pula, pembantu yang akan bekerja disini akan datang besok pagi,” pungkas Nelson. Setelah itu ia pergi keluar rumah.
Bibi Shane memberi kode kepada kedua puterinya untuk melakukan rencana mereka. Rane dan Rana mengerti maksud dari ibunya. Keduanya dengan kompak menjambak rambut panjang Bella hingga kepala gadis tersebut terdongak.
