Bab 5
Merzal masih mengerucutkan bibirnya menahan kesal karena panggilan yang membuatnya terkesan tua. Dia baru berusia dua puluh delapan tahun. Kenapa tidak dipanggil Mas atau Tuan? Itu jauh lebih enak didengar.
Pak Abdi geleng-geleng kepala melihat gerak-gerik sang majikan yang dirasa aneh olehnya.
Hanya karena masalah panggilan!
Ah, masa?
Diam-diam pria berusia di atas empat puluh tahun itu menertawakan kekonyolan Merzal. Bagaimana bisa hal sepele jadi masalah? Atau itu hanyalah sebuah alasan agar ia terlihat tak suka pada gadis cantik tersebut? Membohongi diri sendiri?
"Pak Abdi kenapa senyam-senyum nggak jelas kayak gitu?" tanya Merzal setelah menyeruput minumannya menatap aneh ke arah pria di hadapannya.
Pak Abdi hanya tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Den! Den Merzal sekalian makan juga, kan?" tanya balik pak Abdi.
Tampak berpikir, Merzal menghela napas panjang.
"Malas, Pak!" jawab Merzal sekenanya.
Tak lama kemudian, Alinka kembali mendatangi dua pria beda usia lumayan jauh tersebut. Senyum manis tersungging dari bibir mungil dengan polesan berwarna peach di sana.
Manis dan terlihat menggiurkan!
Merzal meluruskan fungsi otaknya. Bisa-bisanya di saat seperti ini, pikiran genitnya menyelinap secara diam-diam!
"Ini buku menunya, Pak. Kalau saya boleh bantu tawarkan, menu best seller hari ini adalah ini dan ini…" terang Alinka sambil menunjuk ke beberapa gambar di dalam buku menu.
Meski hanya sebuah gambar, tapi pemandangan itu sudah bisa menggugah selera pak Abdi. Lelaki yang berprofesi sebagai sopir pribadi selama belasan tahun itu memang tidak suka berbohong dan selalu apa adanya. Suka bilang suka, tidak ya pasti akan mengatakan tidak.
Merzal hanya diam. Ia sibuk mengamati kepiawaian Alinka dalam merayu, oh ralat, menawarkan makanan yang menjadi menu paling menarik di kafenya minggu ini.
Pak Abdi masih sibuk memilih, banyak yang ia sukai tapi ia harus menyesuaikan dengan isi kantongnya. Pria itu lupa bahwa ia datang bersama majikannya dan tentu saja masalah biaya akan ditanggung semuanya oleh Merzal.
"Bapak kalau mau pilih, langsung pilih aja! Nggak perlu sungkan apalagi ragu-ragu gitu sama aku, Pak!" tegas Merzal mengejutkan pak Abdi.
"Eh, iya, Den!" jawabnya kikuk pada sang majikan. "Kalau begitu saya pilih ini, Mbak!" pintanya pada Alinka sambil menunjuk gambar menu pilihannya.
Alinka sedikit menunduk dan memastikan pilihan pelanggan.
"Yang ini ya, Pak?" beo Alinka.
Belum sempat pak Abdi menjawab, seseorang menyerobot ucapannya.
"Buatkan dua porsi, Mbak!" titah Merzal penuh ketegasan yang menyela obrolan Alinka dengan sopir pribadinya tersebut.
'Katanya malas, tapi kok malah lantang ngomongnya!' batin pak Abdi memandangi Merzal.
Alinka mengangguk. "Ada lagi, Pak?"
Merzal menggeleng cepat. "Kalau nanti saya mau pesan lagi, saya tinggal panggil Mbaknya aja! Beres, kan?" ketus Merzal sedikit mengesalkan di telinga Alinka.
"Baik, Pak. Mohon ditunggu sebentar!" pamit Alinka.
Alinka merasa tak perlu buang-buang waktu untuk mengeringkan gigi karena terlalu banyak tersenyum di tempat ini. Setelah jelas apa pesanan dari pelanggannya tersebut, Alinka undur diri dan menyerahkan pesanan pada lubang kecil khusus koki.
Merzal membasuh wajahnya dengan gemericik air dari keran yang baru saja ia tekan.
Nyaman dan menyegarkan.
Plakk
Suara tamparan. Merzal menajamkan kedua telinganya usai mendengar suara yang terasa menyakitkan itu jika mengenai pipinya.
Ada masalah apa itu?
Sementara itu, di sisi samping dinding di mana ada dua perempuan tengah terlibat pertikaian tampak mengejutkan beberapa orang. Ternyata mereka adalah sepasang saudara sepupu hingga membuat pengunjung lain merasa terganggu dan tak ingin menengahi keduanya.
Alinka memegangi pipinya yang terasa panas dengan pikiran berkecamuk hebat.
"Kak Greta, ngapain pakai nampar aku segala? Aku salah apa sama Kakak?" tanya Alinka yang tak tahu masalah apa antara dirinya dengan sepupunya tersebut.
"Kamu jangan gangguin pacarku, ya! Di sini tuh kamu kerja, bukan godain pacar orang! Sadar diri! Kalau mau jadi penjaja tubuh bukan di sini tempatnya!" hina Greta pada Alinka.
Alinka sibuk menerka masalah yang terjadi pada dirinya. Ia tak mengerti kenapa tiba-tiba Greta mencari dirinya dan menamparnya asal tanpa mencari kebenarannya.
"Menggoda siapa? Aku nggak ngerti maksud Kakak," bantah Alinka tegas.
"Mana ada maling ngaku maling! Yang ada penjara bakalan penuh kalau kamu ngelakuin itu. Sekarang aku minta kamu resign dari kafe ini dan jangan ganggu Kevin lagi!" hardik Greta dengan sorot mata tajam layaknya harimau yang menemukan mangsa.
"Cukup! Ada apa ini?" sela Kevin yang tiba-tiba sudah berada di tengah dua perempuan cantik tersebut.
"Dia ini, siapa lagi? Dia suka banget diam-diam godain kamu, kan? Kenapa nggak kamu pecat aja, sih? Anak nggak tahu diri kayak dia tuh mending usir sejauh mungkin dari tempat ini," cecar Greta yang masih belum puas menginjak harga diri sang adik.
Alinka tak bisa tinggal diam. Dia tidak tahu apa salahnya dan ia harus mencari kebenaran yang saat ini terjadi.
"Kak Greta kayaknya salah paham, aku nggak ngerti apa yang dimaksud Kakak. Sumpah demi apa pun, aku nggak pernah godain Pak Kevin. Dia ini atasanku dan aku juga tahu gimana hubungan kalian," jelasnya jujur dan meyakinkan.
Greta tersenyum sinis menanggapi ucapan sang adik yang terdengar seperti sebuah celoteh tak penting baginya.
"Kak, tolong jangan buat keributan di sini! Kalau ada masalah keluarga, baiknya kita bicarakan di rumah!" bujuk Alinka selanjutnya, ia lebih mengatasi masalah ini dengan kepala dingin dan pembawaan tenang.
"Apa kamu bilang? Kamu nuduh aku sebagai tukang bikin onar, gitu? Berani-beraninya ya kamu! Nggak ngaca, kamu itu siapa? Tinggal aja cuma numpang, sekarang malah bisa-bisanya bilang kalau aku pembuat onar!" bentak Greta.
"Bukan gitu maksud aku, Kak!" potong Alinka membela diri.
"Hah, diam kamu! Nggak usah banyak bac--..." teriak Greta terhenti kala sang kekasih memotong pembicaraan keduanya yang terdengar tak layak masuk ke dalam telinga dan dicerna otaknya.
"Sudah! Sudah! Ayo kita ke ruanganku! Malu dilihat banyak orang. Pengunjung jadi takut, nggak berani masuk ke toilet karena lihat kalian ada di sini. Ayo!" ajak Kevin yang menyela perdebatan dua bersaudara keluarga Maheswara itu.
Merzal semakin penasaran begitu melihat tiga manusia itu keluar dari dalam toilet wanita. Ia masih bisa mendengar perdebatan mereka karena pintu toilet yang sengaja dibuka oleh Greta. Semua itu dilakukan oleh Greta demi mempermalukan Alinka dan banyak hal lain yang belum sepenuhnya terungkap.
"Kenapa Kakak bisa menuduhku menggoda Pak Kevin? Aku sama sekali nggak pernah ngelakuin itu, Kak. Sumpah!" tanya Alinka dan meyakinkan Greta bahwa ia tidak melakukan apa yang perempuan itu tuduhkan padanya.
"Nggak usah ngeles! Aku ada buktinya, kamu keluar masuk ruangan Kevin. Kalau nggak buat godain dia, terus mau ngapain? Kamu 'kan cuma pelayan, ngapain juga masuk ke ruangan atasan kamu kalau nggak buat godain laki orang?" desak Greta yang terus menyalahkan Alinka.
"Astaga, Kak! Aku nggak tahu Kakak dapat berita fitnah ini dari mana. Tapi asal Kakak tahu, aku nggak pernah melakukan itu. Kakak bisa tanya sama Pak Kevin," bela Alinka dan kini mengarahkan pandangannya pada kekasih sang kakak yang siapa tahu akan membelanya karena ia memang tak melakukan hal itu.
"Al! Kamu tahu 'kan, aku ini calon suami kakakmu. Sebenarnya apa yang kamu pikirkan sampai harus godain aku? Cepatlah minta maaf pada kakakmu dan berjanjilah untuk tidak melakukannya lagi!" cetus Kevin tiba-tiba menuduh Alinka.
Alinka terkesiap. "Apa maksud Pak Kevin?"
