Bab 6

Alinka kecewa bukan main. Ia tak pernah merasa melakukan hal hina seperti itu di dalam hidupnya. Pantang ia melakukan hal tersebut. Tuduhan tak berdasar itu mengusik ketenangan hatinya.

Untuk apa melirik Kevin? Bahkan jika saat ini ia berniat untuk menjalin kisah asmara, ia pasti bisa mendapatkan laki-laki yang sangat jauh lebih baik dari Kevin.

Siapa Kevin?

Apakah pria itu masuk dalam tipe idaman dan ideal untuknya? Jawabannya adalah…

Tidak!

Dia tahu laki-laki itu pernah sesekali menggodanya. Tak hanya satu dua orang yang mengetahui rahasia umum tersebut, melainkan sudah banyak orang. Mereka lebih baik mengabaikan dan mengacuhkan kegilaan Kevin yang begitu terobsesi dengan perempuan cantik. Alinka, misalnya.

Alinka menggeleng cepat. "Apa kalian ada bukti bahwa aku telah menggoda calon sepupu iparku?" lanjutnya memberi pertanyaan yang jelas sekali meminta bukti nyata. Ia menantikan kejelasan sambil bersedekap.

Greta mengeluarkan ponsel pintarnya dari dalam tas yang menggantung di pergelangan tangannya. Ia menunjukkan bukti-bukti bahwa adik sepupunya itu hendak merayu prianya.

Foto tak masuk akal, pikir Alinka. Siapa yang mengambil gambar tersebut? Apakah ini sudah dirancang dengan persiapan matang oleh 'mereka'?

Mana ada masuk ke dalam ruangan sambil membawa nampan yang di atasnya berdiri secangkir berisi kopi panas termasuk salah satu strategi merayu?

Apakah dunia sudah menggila? Di mana mereka meletakkan otak mereka? Apakah sudah berpindah tempat? Mungkinkah bukan lagi di tempurung kepala melainkan di tempurung lutut?

Ck!

Alinka berdesis, ia tak menyangka harus berurusan dengan dua orang yang berusaha membodohinya.

"Apakah itu termasuk trikku mendekati Pak Kevin, Kak? Apa Kakak begitu percaya pada sebuah gambar daripada penjelasanku?" tanya Alinka dengan raut wajah serius.

"Kalau sudah ada bukti mendingan ngaku aja, deh! Aku tuh tahu kamu selalu iri sama aku, aku lebih cantik dan juga banyak disukai pria. Iya, kan?" desak Greta tak masuk akal yang terus mencoba menyalahkan Alinka.

Kevin bergeming di tempatnya.

Cantik? Kalau ia boleh jujur, makhluk cantik yang benar-benar cantik adalah Alinka. Greta bahkan tidak ada dua puluh persen dari kecantikan yang terpancar dari seorang Alinka. Ini adalah penilaian yang real dari kacamata seorang pria. Mana mungkin ia mengakui hal itu.

Merasa sudah menjadi tontonan karyawan kafe tersebut, Kevin pun memutuskan untuk menyudahi sesi sudut menyudutkan sepasang sepupu itu.

"Sudah! Alinka, kamu boleh kerja lagi! Ingat satu hal, jangan pernah menggodaku lagi! Aku ini calon suami kakak sepupumu. Sebentar lagi kita akan menjadi satu keluarga. Mengerti?" tukas Kevin pada Alinka.

Merasa tak ada gunanya untuk membantah dan mereka tak mau mendengar apa pun penjelasan darinya, Alinka segera keluar dari ruangan Kevin yang memang tidak tertutup sepenuhnya.

"Permisi, Pak!" pamit Alinka.

Greta yang masih tak terima mencegah kepergian Alinka dan menghadiahi sebuah ayunan telapak tangan di pipi putih adik sepupunya.

Plakk

"Rasain! Jangan pernah sekali-kali godain pacarku! Untung aja di sini aku punya mata-mata yang bisa ngasih tahu kebusukanmu di balik tampilan polosmu. Kamu kira aku nggak tahu? Pergi sana!" pekik Greta yang terus mencerca tudingan buruk pada Alinka. Fitnah adanya.

Sambil memegangi pipinya yang nyeri dan memerah, Alinka pergi secepatnya dari ruangan itu.

Sakit!

Kenapa semua orang selalu menyalahkan apa yang tidak pernah ia lakukan?


Pukul 21.00. Jam kerja Alinka sudah habis. Ia menyudahi acara bersih-bersih setiap tutup kafe bersama karyawan lainnya.

Alinka berlari ke ruangan di mana di dalamnya terdapat loker para karyawan. Sudah tampak lengang, satu per satu karyawan telah pulang.

Perlahan, ia membuka loker miliknya dan mengeluarkan sesuatu dari sana sambil sesekali mengedarkan pandangan ke segala arah. Sebuah celengan berukuran sedang berbentuk kotak yang memiliki kunci kecil untuk membukanya.

Gadis cantik berusia dua puluh satu tahun itu merogoh saku bajunya dan mengeluarkan selembar uang berwarna merah muda. Itu adalah tips dari pelanggan. Ibu dari si anak kecil yang tadi memecahkan gelas dan menumpahkan jus di lantai mengucapkan banyak terima kasih padanya. Meski menolak, sang ibu tak mau menyerah begitu saja dan terus memaksa Alinka untuk menerima sedikit rejeki darinya.

Alinka tersenyum miris. "Terima kasih, Tuhan. Semoga rejeki ibu tadi Kau tambahkan. Aamiin," doanya pada Tuhan sambil mengingat kebaikan sang dermawan. "Aku bisa mengumpulkan sedikit demi sedikit uang di dalam tabunganku," lanjutnya sambil memeluk celengannya.

Gadis itu menyeka pelupuk matanya yang dengan lancang mengeluarkan cairan bening tanpa seijinnya setelah sesi haru beberapa saat.

Lulu yang hendak mengambil tas pun berhenti. Ia menatap kasihan pada nasib sang sahabat.

"Al!" panggil Lulu yang melihat Alinka telah menyudahi acara menabung dan menangis di tempat itu.

"Lulu, kamu ngagetin aku, tahu! Untung aja jantung aku nggak copot. Huh!" gerutu Alinka yang terlihat menggemaskan di mata Lulu.

Lulu menghempaskan tubuh lelahnya tepat bersebelahan dengan Alinka.

"Saranku, jangan nabung di sini! Mendingan kamu tabung di tempat yang jauh lebih aman. Di sini sewaktu-waktu bisa aja ilang, kita nggak bisa nuduh siapa pun. Kemarin beberapa hari yang lalu ada temen kita kehilangan uang dan anehnya nggak ada yang mau ngaku. Aku nggak mau kamu mengalami hal serupa. Ngerti, kan? Terkadang yang terlihat baik belum tentu baik, Al!" bisik Lulu di telinga Alinka.

Alinka mengangguk paham.

"Iya, Lu! Balik, yuk!" sahut Alinka lalu mengajak Lulu pulang untuk berjalan kaki berdua.

Lulu mengangguk mantap sambil mengacungkan ibu jarinya ke atas.


"Eh, tunggu!" panggil seseorang pada Alinka dan Lulu yang berjalan bersisian. Keduanya menoleh ke sumber suara dan masih dalam kawasan kafe.

Greta mendekati Alinka. Ia mendorong tubuh lelah sepupunya dengan seenaknya sendiri hingga hampir membuat Alinka terhuyung-huyung. Untungnya tangan Lulu yang ada di belakangnya dapat mencegah hal itu terjadi.

"Heh, anak nggak tahu diuntung! Anggap aja hari ini kamu beruntung dan nggak dipecat karena tingkah genitmu itu merayu Kevin. Sekali lagi kamu berani macam-macam, awas kamu!" ancam Greta dengan mata menyorot tajam.

"Satu lagi, besok kamu bisa ijin buat pertemuan sama perjaka tua yang bakal nikahin kamu. Nggak ada alasan kamu besok harus kerja. Aku udah minta ijin sama Kevin buat kamu. Kurang baik apa aku sama kamu? Akhirnya kamu laku juga, kan? Hahaha," ucapnya yang terkesan menghina.

Greta pun berlalu dan sudah ada Kevin yang menunggunya di depan kafe. Mereka pun pergi menggunakan mobil milik Greta entah ke mana tujuannya.

Alinka menatap nanar. Ia sudah berusaha untuk tak menangis lagi. Ia harus kuat.

Gadis itu berjongkok dan menutupi wajah cantiknya. Ia menenggelamkan diri di dalam telapak tangan untuk mengeluarkan segala sesak di hati.

"Al! Apa benar kamu bakal dinikahin sama perjaka tua? Kenapa kamu nggak bilang sama aku? Kenapa kamu diam aja dan sembunyikan hal ini dariku? Ini bukan masalah sepele, kamu jangan mau nikah sama orang itu!"

"Lu.. Aku nggak punya pilihan lain. Mau nggak mau aku harus nikah sama orang itu, orang yang bahkan aku sendiri nggak tahu gimana wujudnya. Aku bisa apa, Lu?" lirih Alinka yang kini membuka penutup wajahnya. Di mana saat ini wajahnya tampak berantakan.

"Saya bisa membantu anda, Nona Alinka!" tawar seseorang dengan suara bariton tegas secara tiba-tiba di belakang Alinka dan Lulu hingga membuat keduanya menoleh bersamaan ke arah pria asing tersebut.


Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya