Bab [2] Pak Dudi Tidak Bisa Mengalahkan Cowok Model

Pada saat itu, Safira Widodo hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kamu mau menceraikan aku? Sekarang?"

Dalam pertanyaannya, tersirat keengganan dan rasa sakit hati.

Namun, mendengar itu, Leon Dudi justru mengerutkan kening, raut tidak sabar terlintas jelas di wajahnya.

"Kamu seharusnya tahu betul, perceraian kita hanya masalah waktu! Kalau tidak sekarang, mau kapan lagi?"

Hidung Safira terasa masam. Akhirnya ia mengerti makna tersembunyi di balik kata-kata Leon.

Delapan tahun lalu, saat Nenek Dudi sedang berjalan-jalan di taman, beliau tiba-tiba jatuh sakit. Kebetulan Safira lewat dan menyelamatkan nyawanya.

Setelah siuman, Nenek Dudi sama sekali tidak bisa mengingat di mana rumahnya atau siapa dirinya.

Safira-lah yang membawanya pulang dan merawatnya dengan sepenuh hati, sampai keluarga Dudi datang menjemput.

Setelah ingatannya pulih, Nenek Dudi teringat pada gadis kecil yang telah merawatnya. Tak disangka, pria yang selama ini diam-diam dipuja oleh gadis itu di lubuk hatinya ternyata adalah cucunya sendiri!

Dengan keras, Nenek Dudi turun tangan menjodohkan mereka, memaksa Leon Dudi untuk menikahi Safira.

Tentu saja Leon menolak!

Agar Leon mau setuju, Safira dengan lapang dada menandatangani sebuah perjanjian dengannya: setelah tiga tahun, jika Leon jatuh cinta pada orang lain, mereka akan bercerai. Dengan begitu, keinginan Nenek Dudi terpenuhi, dan Leon pun mendapatkan apa yang ia mau.

Kemarin adalah tepat hari berakhirnya perjanjian tiga tahun mereka.

Namun, semalam Leon menciumnya dengan begitu mesra, membelainya dengan penuh gairah, dan membujuknya sepanjang malam.

Bagaimana mungkin cinta yang terpancar dari matanya itu bisa dipalsukan?

Kini, dengan kondisi Nenek yang kritis antara hidup dan mati, Safira kehilangan sandaran terkuatnya. Apa Leon berniat memanfaatkan situasi ini untuk memaksanya bercerai?

"Tapi Nenek belum sadar, dan semalam kita..."

Bahkan sekarang, mengingat pertanyaan bodoh yang ia ajukan saat itu, hati Safira masih terasa sakit luar biasa.

Saat itu, Leon memotong ucapannya dengan suara berat.

"Jangan sebut-sebut Nenek! Sebentar lagi pengacaraku akan mengirimkan surat cerai. Kamu tinggal tanda tangan saja. Jangan pikir aku tidak tahu kamu hanya ingin menggunakan Nenek untuk mengancamku! Nenek begitu baik padamu, apa kamu tidak punya hati?"

"Selama ini, kamu sudah cukup menikmati kemewahan menjadi Nyonya Dudi! Jangan bisanya cuma memakai cara-cara murahan untuk membuat Nenek membelamu! Kamu tahu, aku sama sekali tidak mencintaimu! Dan tidak akan pernah bisa mencintaimu!"

"Safira Widodo, berhenti bermimpi! Aku sudah punya seseorang di hatiku. Aku sarankan kamu tahu diri dan segera pergi dari sini selagi bisa!"

Bertahun-tahun telah berlalu, tetapi setiap kali mengingatnya, dada Safira masih terasa seperti berlubang, diembus angin dingin yang menusuk.

Ternyata, begitukah Leon memandangnya selama ini?

Seorang wanita yang tidak tahu malu dan menghalalkan segala cara.

Dia benar-benar tidak mengerti.

Ternyata di mata Leon, wanita paling licik di dunia ini adalah dirinya.

Dari fantasi seorang gadis remaja, hingga harapan seorang istri muda...

Ternyata selama bertahun-tahun, ia tak pernah berhasil membuat Leon tergerak hatinya. Pria itu sudah lama memiliki tambatan hati yang lain!

Saat itu, Safira masih begitu naif, mengira malam penuh gairah bersama Leon akan menjadi awal dari pencairan hubungan mereka, sebuah permulaan yang manis. Siapa sangka...

Tapi untungnya!

Safira Widodo bukanlah anjing kudisan yang akan terus menempel pada Leon tanpa harga diri!

Dengan sigap ia menandatangani surat cerai itu, lalu membuang semua barang miliknya yang ada di Mansion Dudi ke tempat sampah.

Ia memesan penerbangan malam itu juga dan pergi tanpa menoleh ke belakang.

Kepergian itu berlangsung selama lima tahun!

Siapa sangka, pria brengsek ini ternyata seperti hantu yang terus menggentayangi?

Bagaimana bisa hal pertama yang terjadi setelah ia kembali ke tanah air adalah bertemu dengannya!

Sialan!

Kenapa harus bertemu dengannya di sini!

Kalau tahu begini, seharusnya ia tidak menginap di hotel ini.

Sekarang runyam sudah. Zaidan belum ditemukan, malah bertemu lagi dengan si mantan bajingan!

Benar-benar sial!

Safira menyadari, semua hal yang berhubungan dengan Leon Dudi tidak pernah membawa kebaikan!

Bertahun-tahun berlalu, pria itu sama sekali tidak berubah.

"Safira Widodo!"

Saat Leon meneriakkan nama itu, terdengar jelas nada geram yang tertahan.

Ia langsung menyambar pergelangan tangan Safira, melangkah maju selangkah demi selangkah, menyudutkan wanita itu ke dinding, lalu menatapnya dari atas dengan angkuh.

"Siapa yang memberimu nyali untuk berani kembali?"

"Lepaskan aku! Leon Dudi!" Safira meronta-ronta, ingin segera pergi dari sana. Ia harus melanjutkan pencarian Zaidan.

Aura yang dipancarkan Leon terasa sangat menekan. Satu tangannya melingkar erat di pinggang Safira, memaksa tubuh wanita itu menempel padanya, hingga Safira bisa mendengar dengan jelas detak jantungnya yang berat.

"Safira Widodo! Urusan lima tahun lalu saja belum kuselesaikan denganmu! Kenapa buru-buru? Kamu pikir bisa lolos?"

Melihat Leon yang semakin mendekat, Safira merasa gusar.

"Urusan kita sudah selesai! Utang apa lagi yang mau dihitung?"

"Kita cuma tidur bareng beberapa kali, Pak Dudi. Kita impas, nggak ada yang rugi. Tapi, Pak Dudi seharusnya tahu, mantan suami yang baik itu seharusnya seperti orang mati. Apa sekarang Pak Dudi berniat menggangguku terus?"

Safira Widodo bukan lagi wanita penurut seperti lima tahun yang lalu.

Ia sengaja berbicara ketus untuk memancing Leon. Ia tahu, Leon adalah pria yang angkuh.

Harga dirinya pasti tidak akan terima disebut seperti anjing yang terus mengemis.

Benar saja, ucapan itu berhasil membuat Leon marah.

"Kamu jangan geer di sini. Aku hanya ingin bertanya padamu, empat tahun lalu bagaimana kamu berani..."

Berani meninggalkan anak kita!

Kata-kata itu belum selesai diucapkan Leon, karena Safira mendorongnya sekuat tenaga, memotong kalimatnya.

"Aku berani apa? Berani menidurimu tanpa bayar, begitu?"

"Memangnya seberapa berharganya dirimu, Pak Dudi? Aku menandatangani surat cerai tanpa mengambil sepeser pun harta! Setengah dari Grup Dudi, apa itu tidak cukup untuk membeli satu malam remehmu, Leon Dudi?"

Oh, bukan.

Dua malam.

Selain saat mereka bercinta di mobil, ada satu kali lagi.

Malam pengantin mereka.

Saat itu, ia memanfaatkan keadaan Leon yang mabuk berat setelah dicekoki teman-temannya, dan dengan malu-malu naik ke ranjangnya.

Namun malam itu, adalah kenangan yang luar biasa memalukan.

Pagi hari setelah malam pengantin, yang ia dapatkan bukanlah belaian atau sapaan mesra dari suaminya.

Melainkan, "Menjijikkan! Murahan! Tidak tahu malu!"

Dan serentetan kata-kata kejam lain yang membuatnya ingin mati saja.

Leon menggambarkan Safira sebagai wanita yang tidak ada harganya! Ia hanya pantas menjadi Nyonya Dudi pajangan tanpa arti!

Tapi sekarang, Safira sudah malas berdebat dengan Leon.

Tadi ia melihat sekilas punggung seseorang yang sangat mirip dengan Zaidan. Ia tidak punya waktu untuk terus meladeni Leon.

"Leon Dudi, aku peringatkan kamu! Lepaskan! Aku tidak punya waktu untuk bernostalgia soal berapa harga jasamu di ranjang!"

Safira menggertakkan giginya, memutuskan untuk membuatnya jera sekalian. Tanpa pikir panjang, ia berkata, "Lagipula, teknikmu itu, kalau dibandingkan dengan model pria papan atas di luar negeri, beda kelas jauh! Sama sekali nggak sepadan dengan uangku!"

Setelah mengatakan itu, selagi Leon termangu, Safira langsung berlari mengejar bayangan punggung tadi.

Namun, baru beberapa langkah, Leon sudah berhasil menyusulnya.

Safira semakin kesal. Ia melihat ada kolam renang outdoor di sebelahnya. Tanpa berpikir dua kali, ia mendorong Leon hingga tercebur ke dalam air

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya